Perlu didorong hilirisasi komoditas industri misalnya nikel yang di hilir diproduksi menjadi baterai untuk mobil listrik.
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) akan menggenjot kinerja industri manufaktur berorientasi ekspor dengan membuat sektor itu semakin terhubung antarindustri dan antarwilayah untuk menekan defisit transaksi berjalan.

"Selama (defisit) 'current account' tidak bisa diatasi, pertumbuhan ekonomi tidak bisa naik di atas lima persen," kata Kepala Grup Sektoral dan Regional Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endi Dwi Cahyo usai seminar nasional terkait manufaktur di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, perlu didorong hilirisasi komoditas industri misalnya nikel yang di hilir diproduksi menjadi baterai untuk mobil listrik.

Dengan demikian, lanjut dia, akan terjadi koneksi antarindustri dan antarwilayah atau "linkage" sehingga bahan baku yang sebelumnya impor dapat ditekan dan pada akhirnya juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dia menjelaskan strategi yang akan dilakukan yakni dengan integrasi dan koordinasi bertahap dengan fokus pada tiga sektor manufaktur prioritas yakni otomotif, tekstil dan alas kaki.

Baca juga: BI dorong pertumbuhan tiga sektor manufaktur prioritas

Ketiga sektor itu, kata dia, memiliki daya saing dan merupakan komoditas yang banyak diekspor dibandingkan impor.

Tiga sektor manufaktur prioritas versi BI itu juga dibahas dalam seminar nasional manufaktur dengan menghadirkan industri dan pemerintah daerah.

Ia mengungkapkan tiga sektor tersebut akan dibahas dalam rapat koordinasi antara BI, pemerintah pusat di antaranya tujuh kementerian dan pemerintah daerah untuk menggenjot ekspor industri manufaktur itu.

"Ini untuk memberi komitmen kebijakan apa yang akan ditempuh untuk mendorong manufaktur. Kebijakan itu kemudian kami pantau, evaluasi dan setelah tiga bulan, kami akan evaluasi lagi," katanya.

BI sebelumnya menyebutkan defisit transaksi berjalan Indonesia meningkat menjadi 3,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 8,44 miliar dolar AS pada kuartal II 2019, dari 6,96 miliar dolar AS pada kuartal I 2019.

Peningkatan itu karena penurunan kinerja ekspor ditambah faktor musiman repatriasi dividen atau pembagian keuntungan perusahaan ke luar negeri di paruh kedua tahun ini.
Baca juga: BI harap penurunan suku bunga jadi "amunisi" bagi industri

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019