Industri atau pihak lain dapat menggunakan teknologi tersebut untuk mendukung bisnisnya.
Bogor (ANTARA) - Mesin penghasil tepung ubi kayu atau modified cassava flour (mocaf) besutan Kementerian Perindustrian mampu memotong waktu produksi dari empat hari menjadi hanya 24 jam dengan menggunakan teknologi yang dirancang Balai Besar Industri Agro (BBIA).

“Pengembangan mesin ini kurang lebih 1,5 tahun dari merancang sampai jadi, setelah berkali-kali mencoba, dibongkar dan pasang lagi,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Ngakan Timur Antara saat peluncuran mesin tersebut di Bogor, Jawa Barat, Kamis.

Ngakan menyampaikan BBIA yang merupakan badan di bawah BPPI melibatkan tenaga ahli dari berbagai bidang, mulai dari teknis, elektronik hingga ahli teknologi pangan.

Kendati demikian, mesin pembuat tepung mocaf tersebut saat ini diperuntukkan bagi edukasi dan penelitian, di mana pihak-pihak yang ingin mempelajari dan meneliti bagaimana sistem produksi mesin yang diintegrasikan dengan teknologi internet of thing ini, diperbolehkan oleh pihak BBIA.

Baca juga: Kemenperin siap dukung industri makanan lewat penelitian

“Balai tidak punya tugas pokok dan fungsi untuk produksi. Alatnya tidak diperjualbelikan. Jadi, ini untuk edukasi dan penelitian,” ujar Ngakan.

Namun, lanjut Ngakan, industri atau pihak lain dapat menggunakan teknologi tersebut untuk mendukung bisnisnya.

“Kelanjutannya kami serahkan ke industri. Kami kawinkan dengan technology provider,” katanya.

Tepung mocaf yang dihasilkan dari mesin tersebut harus melalui beberapa tahapan produksi, yakni singkong yang telah dikupas masuk ke tahap pencucian.

Kemudian, singkong yang sudah bersih masuk ke tahap pengirisan sehingga menjadi lembaran singkong berbentuk tipis-tipis.

Selanjutnya, irisan singkong masuk ke tahap fermentasi, lalu dicuci ulang dan dikeringkan. Terakhir masuk ke tahap penggilingan hingga halus seperti tepung.
Baca juga: Indef: Tepung mocaf Kemenperin dorong industri makanan lokal

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019