Rancangan Perpres terkait subsidi perikanan itu telah disusun dalam dua tahun terakhir tapi belum sampai pada titik penyelesaian.
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman memperkuat draf peraturan presiden tentang subsidi perikanan melalui workshop hasil survei manfaat dan dampak pemberian subsidi perikanan di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan-Negara Republik Indonesia (WPP-NRI)

"Workshop ini tujuannya untuk memperkuat rancangan perpres tentang tata cara pemberian subsidi perikanan. Sebelumnya belum ketemu apakah pemberian subsidi antara perikanan tangkap dan perikanan budi daya akan digabung atau tidak. Sudah ada sebelumnya, tapi masih gabungan," kata Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kemenko Maritim Andri Wahyono.

Dalam siaran pers di Jakarta, Jumat, Andri menjelaskan rancangan perpres terkait subsidi perikanan itu telah disusun dalam dua tahun terakhir tapi belum sampai pada titik penyelesaian.

"Ini sudah dua tahun belum selesai padahal kepentingannya mendesak sehingga kami adakan ini. Ada bantuan dari WWF (World Wildlife Fund) untuk membantu menyiapkan naskah akademis," jelasnya.

Andri kemudian menjelaskan bahwa sebelum naskah akademik disiapkan, WWF telah melakukan survei ke lapangan pada 11 WPP. Survei tersebut dilakukan untuk mengetahui adanya dampak maupun manfaat terhadap pemberian subsidi perikanan yang selama ini telah dilakukan.

WWF, lanjut Andri, juga menggandeng peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk melaksanakan survei yang dibutuhkan.

Berdasarkan hasil analisa data dan informasi yang dilakukan IPB terhadap pelaksanaan insentif perikanan di 11 WPP, insentif perikanan untuk perikanan tangkap umumnya bermanfaat dan berdampak rendah.

Rendahnya nilai manfaat dan dampak program insentif perikanan tersebut disebabkan oleh pelaksanaan program-program insentif perikanan yang tidak merata untuk semua wilayah.

Baca juga: Lahan budidaya perikanan di Pekalongan menyusut 500 hektare

Pada hasil analisa tersebut juga disebutkan bahwa jenis insentif perikanan jenis asuransi nelayan sudah hampir merata di seluruh WPP-NRI. Disebutkan pula bahwa program insentif lainnya yang telah dilaksanakan yaitu bantuan sarana dan prasarana perikanan tangkap, bantuan peningkatan keterampilan nelayan, subsidi BBM, bantuan perbaikan kerusakan sarana dan prasarana pendukung, bantuan sarana dan prasarana pemasaran dan distribusi ikan, bantuan komunikasi perikanann, dan bantuan penyusunan laporan kelompok usaha perikanan.

"Penerapan sistem insentif harus menggunakan mekanisme yang menjamin keberlanjutan perikanan itu sendiri. Insentif perikanan dapat diterapkan untuk WPP yang masih memiliki peluang usaha," jelas Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Luky Adtrianto.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Perdagangan Sondang Anggraini menegaskan Indonesia mendukung disiplin penegakan illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing.

"Pemerintah Indonesia juga memperjuangkan hak nelayan kecil untuk dapat melakukan kegiatan usaha tanpa bermaksud mengancam, merusak, dan atau memberi dampak negative terhadap lingkungan," katanya.

Pemerintah Indonesia dalam perundingan subsidi perikanan tetap mempertahankan pemberian susidi untuk nelayan kecil dan usaha perikanan berskala kecil. Sondang juga menambahkan bahwa Indonesia tidak memberikan pengecualian bagi IUUF.

Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan Hidayat Amir menjelaskan subsidi tetap diberikan untuk membantu menstabilkan harga barang dan jasa yang berdampak luas ke masyarakat. Pemberian subsidi terus diupayakan agar lebih terarah dan menyentuh kehidupan masyarakat miskin

"World Trade Organization (WTO) melarang subsidi yang berdampak pada performa ekspor atau mengharuskan penerima untuk memenuhi target ekspor tertentu. WTO juga melarang subsidi yang mengharuskan penerima untuk menggunakan barang-barang domestik dan bukan barang-barang impor," kata Hidayat.
Baca juga: Kemenko Maritim serukan rehabilitasi lahan mangrove jadi isu nasional


 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019