Jakarta (ANTARA News) - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal pertama 2008 mencatat surplus sekitar 1,0 miliar dolar AS menjadi 59,0 miliar dolar AS. Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia (BI), Filianingsih Hendarta, dalam siaran persnya, Senin, mengatakan meningkatnya jumlah cadangan devisa pada akhir periode senilai 59,0 miliar dolar AS ini kurang lebih setara dengan lima bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah (posisi cadangan devisa per 30 Mei 2008 sebesar 57,464 miliar dolar AS). Surplus NPI bersumber dari surplus transaksi berjalan yang mencapai sekitar 2,8 miliar dolar AS, yang ditopang oleh surplus transaksi berjalan adalah penerimaan ekspor yang melampaui pengeluaran impor serta penerimaan devisa dari transfer tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Perkembangan transaksi berjalan tersebut mengindikasikan bahwa sektor eksternal masih memberikan kontribusi positif terhadap kinerja perekonomian domestik. Nilai ekspor selama kuartal pertama 2008 mencapai 34,4 miliar dolar AS (f.o.b) atau meningkat 29,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2007. Nilai ekspor migas mencatat pertumbuhan tertinggi, yaitu 61,7 persen, diikuti oleh nilai ekspor nonmigas yang tumbuh 21,8 persen. Lonjakan harga minyak dan harga beberapa komoditas ekspor nonmigas unggulan, seperti minyak sawit, karet, dan timah, serta kenaikan permintaan dunia menjadi pendorong kenaikan nilai ekspor tersebut. Dalam periode yang sama nilai impor mencapai 26,8 miliar dolar AS (f.o.b) atau meningkat 41,9 persen dan ini menunjukkan masih kuatnya kegiatan ekonomi. Surplus transaksi berjalan tersebut mampu menutupi defisit yang terjadi pada transaksi modal dan keuangan. Defisit yang mencapai sekitar 1,4 miliar dolar AS itu sebagian disebabkan oleh menurunnya arus masuk modal portofolio asing. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi pasar keuangan internasional yang masih belum pulih dari dampak krisis "sub-prime mortgage" di Amerika Serikat, ditambah dengan munculnya persepsi negatif di kalangan investor mengenai daya tahan keuangan negara (APBN) terhadap tekanan kenaikan harga minyak. Sebagian lagi dari defisit tersebut disebabkan oleh meningkatnya penempatan aset valas bank di luar negeri seiring masih kuatnya kinerja ekspor. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008