Pemerintah daerah terus mencari cara agar harga cengkih di Sulut tidak anjlok saat produksi melimpah.
Manado (ANTARA) - Harga "emas cokelat", julukan untuk komoditas cengkih asal Sulawesi Utara (Sulut) masih stagnan hingga pekan kedua September 2019.

"Saat ini harga cengkih masih di kisaran Rp75 ribu per kilogram, belum mengalami peningkatan," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulut Jenny Karouw di Manado, Senin.

Namun, katanya, pemerintah akan terus memprioritaskan kesejahteraan petani dan melakukan berbagai terobosan sehingga harga akan berpihak pada petani.

Langkah yang diambil Gubernur Sulut Olly Dondokambey adalah ekerja sama dengan perusahaan nasional untuk membeli cengkih Sulut dengan harga Rp85 ribu per kg.

Jenny mengatakan bahwa pemerintah daerah terus mencari cara agar harga cengkih di Sulut tidak anjlok saat produksi melimpah.

Baca juga: Petani minta pemkot realisasi rencana ekspor cengkih

Pemerintah Sulut, katanya, menjalin kerja sama dengan PT Djarum Kudus yang siap membeli cengkih Sulut dengan harga Rp85 ribu per kilogram, dan memiliki kadar air 13 persen.

R Sumual, petani cengkih asal Kabupaten Minahasa Selatan mengatakan petani akan mengalami keuntungan jika harga cengkih di atas angka Rp100 ribu per kilogram (kg).

"Harga cengkih saat ini sebesar Rp75 ribu per kg, dinilai masih merugikan petani," kata R Sumual, petani cengkih asal Kabupaten Minahasa Selatan.

Dia mengatakan kalau hitung-hitungan berdasarkan inflasi sebenarnya harga tersebut masih jauh di bawah itu. Contoh, tahun 2018 harga saat panen ada di kisaran Rp95.000-Rp100.000/kg.

"Seharusnya pada 2019 minimal seperti itu, hitung-hitungan inflasi sekitar 5 persen berarti harusnya di atas Rp100 ribu/kg. Menurut kami idealnya begitu," jelasnya.

Kalau harga tidak naik, katanya, petani akan merugi karena biaya panen saat ini sangat tinggi. Apalagi, banyak buruh petik yang minta hasil dibagi dua.
Baca juga: Kalah berharga dari cengkih, kayu manis terancam tinggal kenangan
 

Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019