Jakarta (ANTARA) - PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA menyatakan keberatan atas pembagian harta pailit tahap pertama milik PT Kertas Leces (Persero), perusahaan yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya pada 25 September 2018.

Dalam Daftar Pembagian Harta Pailit yang dirilis Tim Kurator pada 26 April 2019 menyatakan bahwa PPA hanya diberikan Rp1.291.375.490 dari yang disepakati senilai Rp9.500.000.000 atas hasil lelang aset sebidang tanah di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan. Tim Kurator menilai eksekusi hak tanggungan telah melampaui batas waktu, yaitu dua bulan sejak dinyatakan pailit.

"Besaran harta pailit yang menjadi hak perusahaan lebih kecil dari nilai hak tanggungan dalam perjanjian awal," kata Sekretaris Perusahaan PPA Edi Winanto, di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kementerian BUMN ganti direksi dan komisaris PT PPA

PPA merupakan kreditur separatis Kertas Leces atas total nilai pinjaman sekitar Rp50 miliar pada 2012, yang kemudian setelah Kertas Leces dinyatakan bangkrut, maka PPA memperoleh hak tanggungan peringkat I atas harta pailit yang merupakan jaminan pinjaman.

Kertas Leces sendiri dinyatakan pailit sejak 25 September 2018 sesuai dengan putusan Nomor 43 PK/Pailit/Pdt.Sus-Pailit/2019 Nomor 01/Pdt.Sus.Pembatalan Perdamaian/2018/PN Niaga Sby. Jo Nomor 5/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN Niaga Surabaya.

Untuk tahap pertama, harta pailit yang dijual berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 623 meter persegi milik Kertas Leces di Jakarta Selatan (Aset Jalan Radio). Sesuai kesepakatan, PPA mengantongi hak tanggungan aset Jalan Radio senilai Rp9.500.000.000.

Eksekusi lelang Aset Jalan Radio sendiri dilakukan pada 11 Desember 2018 melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Jakarta V. Lelang dimenangkan oleh PT PPA Kapital dengan nilai Rp11.495.000.000.

"Sesuai Pasal 59 UU Kepailitan dan PKPU berikut penjelasannya, jangka waktu paling lambat dua bulan itu diberikan untuk perusahaan melaksanakan haknya. Dalam hal ini, batas waktu berlaku untuk mengajukan eksekusi lelang bukan pelaksanaan eksekusi lelang," tegas Edi.

Akibat hak tanggungan yang terlalu rendah tersebut, pada 3 Mei 2019 PPA mengajukan keberatan atau perlawanan (renvoi prosedur) melawan Tim Kurator di Pengadilan Negeri (PN) Niaga pada PN Surabaya.

Selain itu, perusahaan juga keberatan biaya PKPU diambil dari hasil penjualan hak tanggungan. Seharusnya, biaya yang mencapai Rp3,9 miliar itu diambil dari keseluruhan harta pailit.

Selanjutnya, pada 6 September 2019 PPA melalui kuasa hukum dari Kantor Hukum Ari Zulfikar & Partner telah mengajukan upaya hukum Kasasi dan menyerahkan memori Kasasi di Mahkamah Agung melalui Kepaniteraan PN Niaga pada PN Surabaya.

"Ini harus kami tempuh untuk mempertahankan hak kami. Karena kalau tidak, kami bisa dianggap pemegang saham (Kementerian BUMN) tidak melakukan upaya-uypaya untuk mempertahankan apa yang telah menjadi hak kami," tegas Edi.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019