Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah partai politik lokal (parlok) menyampaikan petisi ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) karena khawatir tidak bisa ikut pemilihan umum (Pemilu) 2009, menyusul terlambatnya pengesahaan kanun (peraturanm daerah) tentang partai lokal. Lima delegasi parlok, yakni Partai Rakyat Aceh (PRA) Partai Aceh (PA), Partai SIRA, Partai Aliansi Rakyat Aceh (PARA), dan Partai Bersatu Aceh (PBA) mendatangi Kantor KIP NAD di Banda Aceh, Senin. Mereka diterima Ketua KIP Abdul Salam Poroh dan anggotanya Zainal Abidin. Dalam petisi tersebut, KIP NAD diminta mengundurkan jadwal penetapan partai politik lokal sebagai peserta pemilu dari tanggal 5 Juli menjadi tanggal 25 Juli 2008 sedangkan untuk partai nasional tetap mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh KPU. KIP Aceh menyurati KPU agar menyetujui pengunduran waktu penetapan peserta pemilu bagi partai politik lokal dengan pertimbangan waktu yang sangat mendesak. Meminta kepada KIP untuk membuat lamanya masa pendaftaran dan lamanya masa verifikasi sesuai dengan masa pendaftaran dan verifikasi partai nasional yang telah berlangsung, agar tidak terjadi diskriminasi terhadap parlok. Juru bicara petisi parlok, Thamren Ananda, menyatakan bahwa sampai saat ini jadwal pendaftaran parlok sebagai peserta pemilu ke KIP belum ada kejelasan, karena hingga 13 juni 2008, kanun parlok sebagai landasan hukum bagi KIP untuk melakukan verifikasi belum disahkan. Setelah disahkan juga baru bisa dilaksanakan setelah disetujui oleh Mendagri, kemudian dimasukkan dalam lembaran negara. Ini dengan asumsi Mendagri tidak melakukan koreksi terhadap kanun parlok yang telah disahkan DPR Aceh, katanya. Dikatakannya, melihat jadwal proses verifikasi partai politik nasional yang telah disusun KPU, sudah sulit dipenuhi oleh parlok. Menurut jadwal tanggal 5 Juli 2008 akan dilakukan penetapan partai politik sebagai peserta pemilu. "Karena jadwal waktu yang sangat terbatas tersebut, kemungkinan besar parlok tidak bisa menjadi peserta Pemilu 2009," katanya. Dikatakannya, bila sampai terjadi parlok tidak bisa ikut pemilu, maka perdamaian di Aceh yang sedang tumbuh akan berpotensi gagal dan malah akan berpotensi melahirkan konflik baru di daerah itu. "Untuk itu, petisi yang kami serahkan ke KIP bisa menjadi pertimbangan KPU untuk bisa memberi perhatian khusus bagi Aceh. Pemilu di Aceh dengan provinsi lainnya tidak bisa disamakan, karena di Aceh ada parlok," kata Thamren. Sementara itu, Ketua KIP NAD, Abdul Salam, menyatakan bahwa kekhawatiran parlok juga dirasakan KIP NAD, karena belum adanya kanun yang merupakan dasar hukum untuk melakukan verifikasi. Namun, KIP NAD terus berusaha agar parlok di Aceh bisa mengikuti pemilu, yakni telah menyurati KPU agar jadwal verifikasi diundur dan telah membuat berbagai peraturan yang diperintahkan oleh kanun. "Meskipun belum disahkan Mendagri, kami sudah membaca isinya, sehingga mengetahui peraturan apa yang diperintahkan oleh kanun," demikian Abdul Salam Poroh. (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008