Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian optimistis pada pengembangan PT Tuban Petrochemical Industries (Tuban Petro) yang akan berkontribusi besar dalam membangkitkan kembali pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia.

Langkah strategis ini juga dinilai mampu menjadi solusi untuk substitusi impor bahan baku industri petrokimia.

“Maka itu, jika ingin membesarkan kemampuan dari sisi petrokimia, persoalan di perusahaan tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono lewat keterangan persnya di Jakarta, Jumat.

Pengembangan Tuban Petro pun diyakini akan membuat pasokan petrokimia bagi sektor industri lebih terjamin.

Oleh karena itu, proses konversi utang multi years bond (MYB) PT Tuban Petrochemical Industries tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP). Regulasi tersebut bisa menjadi titik tolak pengembangan Tuban Petro sebagai basis industri petrokimia nasional yang terintegrasi.

“Kebijakan pemerintah yang menyelesaikan utang MYB TubanPetro Rp3,3 triliun melalui konversi, sudah tepat. Hal ini akan memberi ruang kepada Tuban Petro untuk mengembangkan bisnisnya lagi,” ujar Sigit.

Kebijakan konversi tersebut telah masuk dalam Undang Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019.

Saat ini, Kementerian Keuangan memiliki saham 70 persen di Tuban Petro. Pascakonversi, pemerintah akan memiliki 95,9 persen saham di perusahaan tersebut.

Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono mengatakan langkah pengembangan Tuban Petro harus didukung semua pihak.

“Kapasitas produksi di anak usaha Tuban Petro, khususnya PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang selama ini hanya difungsikan pengolah BBM, bisa ditingkatkan lagi,” tuturnya.

Langkah pengembangan dilakukan dengan membuat masterplan integrated petrochemical cluster.

Dalam rencana induk tersebut, disebutkan TPPI yang merupakan anak usaha Tuban Petro dibangun aromatic center dan olefin center. Saat ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia.

“Karena produk-produk tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk menghemat devisa,” ungkap Fridy.

Baca juga: Hidupkan industri petrokimia, Pemerintah konversi utang TubanPetro
Baca juga: Menperin: Butuh waktu lama pemulihan industri petrokimia
Baca juga: Menperin sebut sejumlah investor asing siap masuk industri petrokimia

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019