Bangkok (ANTARA News) - Para biksu aktivis, Kamis, menyerukan Uni Eropa (EU) membawa pemimpin junta Myanmar Than Shwe ke Pengadilan Kriminil Internasional untuk menghadapi tuduhan-tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan. Imbauan itu dibuat dalam sebuah pernyataan pada ulang tahun ke-63 pemimpin demokrasi Myanmar yang ditahan Aung San Suu Kyi , yang memperingatinya sendirian dan berada dalam tahanan rumah di Yangon. Aliansi Seluruh Biksu Burma , yang mengaku telah melakukan protes-protes massa terhadap rejim itu September tahun lalu , mengatakan Than Shwe harus diadili karena menghambat pasokan bantuan kepada para korban topan yang melanda negara itu bulan lalu. Mereka juga menyerukan embargo senjata internasional dan sanksi-saksi keuangan terhadap para jenderal. Topan Nargis menewaskan lebih dari 133.000 orang ketika menghantam negara yang dulunya bernama Burma itu hampir tujuh pekan lalu, mengakibatkan 2,4 juta orang memerlukan bantuan kemanusiaan. Rejim itu menghambat usaha-usaha internasional untuk menyerahkan bantuan selama beberapa minggu setelah topan itu, dan tetap membatasi tugas para ahli bencana asing. "Tindakan-tindakan junta itu menyebabkan jutaan orang terancam meninggal akibat kelaparan dan penyakit infeksi di daerah delta, karena menghambat usaha-usaha pertolongan dan bantuan yang diberikan masyarakat internasional," kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan yang diterima di Bangkok. "Kami meminta EU membawa Than Shwe, pemimpin junta militer Burma, ke Pengadilan Kriminil Internasional untuk diadili atas kejahatan-kejahatannya terhadap kemanusiaan, seperti yang direkomendasikan oleh Parlemen Eropa," kata pernyataan tersebut. Parlemen Eropa bulan lalu menyetujui satu resolusi yang tidak mengikat yang mengatakan rejim itu dapat dikenakan tuduhan-tuduhan mencegah bantuan sampai kepada mereka yang berada dalam keadaan bahaya." Prancis pertama kali mengemukakan pendapat bahwa tindakan-tindakan Myanmar bisa menimbulkan kejahatan terhadap kemanusiaan, satu tuduhan yang biasanya digunakan untuk mengusut kejahatan-kejahatan perang seperti genosida. Menteri Pertahanan AS Robert Gates menuduh rejim itu "kurang memperhatikan kriminil," sementara PM Inggris Gordon Brown menyebut tindakan-tindakan junta "tidak manusiawi." Kelompok biksu itu , yang beroperasi secara gelap, mengklaim merupakan salah satu dari kekuatan yang terorganisasi dibelakang protes-protes massa tahun lalu, yang ditindak dengan keras pasukan keamanan dengan melepaskan tembakan dan memukul orang-orang di jalan-jalan. Paling tidak 31 orang tewas dan 74 orang hilang sementara ratusan orang ditahan, kata PBB, demikian AFP. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008