Mana tau ada kelangkaan, jadi kita bisa gunakan benih tersebut
Jakarta (ANTARA) - Jiwa perantau nampaknya sudah terpatri dalam diri Mukson, petani jagung di Lubuk Tano Aek Sirara, dusun kecil di pedalaman Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Lahir 47 tahun silam di Kebumen, Jawa Tengah, Mukson merantau ke Sumatera sejak tahun 1992 untuk mencari penghidupan yang lebih baik sebagai petani.

Modal tenaga kuat di usia muda ternyata belum cukup bagi Mukson untuk meraih cita-cita menjadi petani sukses. Tujuh tahun berusaha keras, mimpinya belum juga terwujud. Mukson pun banting setir dan mencoba peruntungan sebagai pegawai perusahaan di Duri, Riau. Sekitar 15 tahun di sana, ia mengajak keluarganya balik ke kampung halaman setelah kontraknya selesai.

Hanya sempat menetap beberapa saat di Kebumen, Mukson sulit menghapus impian menjadi petani sukses di tanah rantau. Akhirnya ia memutuskan untuk memboyong keluarganya kembali ke Batangtoru pada 2014.

Kembali bertani, Mukson bertekad tidak ingin mengulang kegagalannya. Bersama sejumlah petani lainnya di Batangtoru, ia membentuk kelompok tani jagung pipil Mulia Bakti. Kelompok tani ini lalu menggandeng PT Agincourt Resources (AR), yang mengelola Tambang Emas Martabe di Tapanuli Selatan.

Gayung bersambut, manajemen Agincourt Resources melalui program pengembangan ekonomi masyarakat lingkar tambang, bersedia memberikan pendampingan. Dukungan diberikan sejak 2016. Untuk memperkuat organisasi, pada 2017 dibentuk koperasi bernama Karya Mulia Bakti. Mukson pun didapuk sebagai Ketua Kelompok Tani Mulia Bakti sekaligus pimpinan koperasi.

Lewat program pendampingan, Mukson dan anggota kelompok taninya diberi pelatihan bagaimana mengolah lahan yang bagus, mencari bibit yang tepat, dan didatangkan para ahli pertanian untuk melatih bertani dengan cara modern.

Mereka menanam di areal tanam percontohan jagung pipil seluas 1 hektare. Lahan percontohan ini merupakan hasil kerja sama PT AR dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Batangtoru dan PT BISI Int.

Di lahan percontohan, anggota kelompok tani diberi pendampingan dalam penggunaan benih dan cara penanaman jagung yang baik. Tidak hanya itu, tim pendamping juga mengevaluasi tingkat produktivitasnya setiap kali panen.

Melalui berbagai tahapan tersebut, produktivitas jagung pipil Kelompok Tani Mulia Bakti meningkat pesat. Produksi jagung pipil untuk pakan ternak itu bahkan meningkat hingga 5-6 kali lipat dari saat belum ada pendampingan.

"Dulu untuk panen 1 ton per hektar saja susah karena pola tanam belum paham, sehingga cenderung asal-asalan. Tetapi setelah diberi pendampingan, produksi jagung bisa 5-6 ton per hektar dengan harga jauh lebih tinggi," kata Mukson saat ditemui di Batangtoru, Agustus lalu.

Setelah hasil tanam di lahan percontohan berjalan baik, Mukson dan kelompoknya mendapat dukungan sarana dan produksi pertanian serta dibantu dalam mengakses jejaring pasar.

Seiring kemajuan produksi dan pemasaran, maka perluasan area tanam dilakukan. Perluasannya bertahap, dan saat ini areal tanamnya sudah mencapai 35 hektare dengan produksi 10-12 ton jagung kering per bulan.

Produksi jagung pipil tersebut ditampung oleh Koperasi Karya Mulya Bakti. Saat ini anggota koperasinya mencapai 60 orang setelah Kelompok Tani Maju Bersama juga ikut bergabung.

Koperasi membeli jagung pipil dari petani seharga Rp3.300 - Rp3.400 per kilogram. Harga ini tentu jauh lebih tinggi ketimbang saat belum ada koperasi yaitu sekitar Rp2.300 per kilogram.

Jagung pipil tersebut kemudian dijual ke sejumlah pemasok pakan ternak baik yang ada di Batangtoru, Padangsidimpuan, Sibolga hingga ke Medan. Harganya bervariasi mulai Rp5.150 - Rp5.500 per kilogram. PT Charoen Pokphand, perusahaan pakan ternak terbesar di Indonesia, juga menjadi salah satu penampung produksi jagung pipil petani Aek Sirara.

Untuk mempertahankan pola tanam, Kelompok Tani Mulia Bakti saat ini mulai melakukan penangkaran benih jagung pipil pada lahan tanam seluas 1 hektare. Pengembangan benih jagung ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan benih bantuan dari pemerintah. "Mana tau ada kelangkaan, jadi kita bisa gunakan benih tersebut," kata Mukson optimistis.

Tak hanya di Aek Sirara, Kelompok Tani Permata Hijau di Desa Sipenggeng, juga diajarkan penangkaran benih padi oleh pengelola tambang Martabe. Penangkaran padi ini telah memberikan manfaat kepada empat kelompok tani yakni Maju Bersama, Maju Terus, Permata Hijau dan Kelompok Wanita Tani Cempaka dengan total jumlah anggota 97 orang.

Area penangkaran benih padi Permata Hijau yang dimulai pada 2016 ini awalnya memiliki total luas 15 hektare. Beberapa produk benih padi yang telah dihasilkan antara lain Taoti, INPARI 9, Situbagendit (label ungu dan putih). Total panen pernah mencapai 60 ton atau senilai lebih dari Rp600 juta.

Ketua Poktan Permata Hijau Iman Saleh Siregar menerangkan bahwa desanya disiapkan untuk menjadi sentra pembibitan benih padi sehingga para petani di Batangtoru tak perlu lagi membeli bibit padi dari luar daerah.

Saat ini lahan yang dikelolanya seluas 7 hektare dengan produksi hasil panen bisa mencapai 8,3 ton per hektar. Benih padi yang dipanen tidak bisa langsung dijual ke pasar. Harus terlebih dahulu dibawa ke laboratorium pengujian. Setelah lolos pengujian baru boleh dijual ke kios benih.

"Di kios benih dijual seharga Rp9.000 per kilogram," kata Iman Saleh Siregar yang sempat menjadi bintang iklan salah satu produk rokok.

Pelaksanaan program penangkaran padinya diawasi oleh petugas dari UPT Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara. Program pemberdayaan penangkar padi Permata Hijau di Desa Sipenggeng telah beberapa kali mendapatkan penghargaan. Satu diantaranya Juara II Kelompok Tani se-Sumatera Utara pada 2019.

Baca juga: Perpanjang umur tambang, Agincourt operasikan 13 rig eksplorasi

Pertanian organik
Dukungan pengembangan sektor pertanian juga dilakukan PT AR untuk sentra pertanian organik Aek Pahu yang dikelola Koperasi Griya Upa Tondi di Desa Napa. Kawasan persawahan ini memiliki total luas 2,5 hektare dengan peruntukan lahan hortikultura 1,2 hektare dan tanaman sayuran 800 meter persegi.

Aek Pahu, selain sebagai kawasan pertanian terintegrasi juga dirancang menjadi pusat pendidikan, pelatihan dan pengembangan terkait dengan teknologi dan usaha pemasaran persawahan organik serta peternakan.

Hingga kini, kawasan pertanian terintegrasi Aek Pahu telah memberikan manfaat kepada total 27 petani, dengan total panen mencapai 25 ton atau senilai lebih dari Rp500 juta.
 
Petani sedang menanam padi di sentra pertanian organik Aek Pahu yang dikelola Koperasi Griya Upa Tondi di Desa Napa, Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumut, Rabu (21/8/2019). (ANTARA/Faisal Yunianto).


Komitmen pemberdayaan petani dilakukan pula melalui program optimalisasi kawasan persawahan terpadu di Desa Batuhula. Optimalisasi ini meliputi dukungan perbaikan irigasi melalui pembangunan pompa hidraulis (hydram) bertenaga panel surya, fasilitas penggilingan padi dan intensifikasi persawahan.

Areal persawahan tersebut memiliki luas tanam mencapai 50 hektare. Tak hanya itu, Tambang Emas Martabe juga memberikan dukungan pembekalan teknologi budidaya pertanian jajar legowo yang akan meningkatkan produktivitas para petani.

Fasilitas penggilingan padi saat ini dikelola oleh Koperasi Marsada Jaya Bersama dan memiliki kapasitas produksi mencapai 5 ton per hari. Luas fasilitas ini 270 m2 dan juga dilengkapi dengan bangunan gudang serta lantai jemur seluas 750 m2. Kualitas beras yang dihasilkan adalah beras premium. Fasilitas ini memberikan dampak positif terhadap lebih dari 150 petani dari empat kelopok tani yang ada di Desa Batuhula.

Pengelola Tambang Emas Martabe membuat berbagai program unggulan pertanian tersebut berdasarkan pada komposisi mata pencaharian masyarakat lingkar tambang yang didominasi petani.

Menurut Senior Manager Community PT Agincourt Resources Pramana Triwahjudi, dari total sekitar 23.500 penduduk di dua kecamatan lingkar tambang, Batangtoru dan Muara Batangtoru, 77 persen adalah petani. Sisanya pedagang 13 persen dan sektor jasa 10 persen.

Dengan komposisi seperti itu maka program bidang pertanian dipilih sebagai unggulan. Pilihan ini juga diambil untuk menghindari masyarakat "tidak siap" jika dilatih dengan program unggulan yang bukan bidangnya sehari-hari. Yang lebih penting lagi adalah agar dapat menyiapkan para petani menjadi mandiri usai penutupan tambang di masa mendatang.

Dari deposit yang ada saat ini umur Tambang Emas Martabe diprediksi hingga 15 - 16 tahun mendatang. Setelah itu tambang akan berhenti beroperasi. Kecuali ditemukan kandungan emas baru yang layak ditambang, peluang beroperasinya bisa lebih lama.

Baca juga: Agincourt siapkan 5.234 bibit tanaman untuk reklamasi tambang Martabe
Baca juga: Tambang Martabe targetkan produksi 400.000 oz emas

Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019