Bengkulu (ANTARA News) - Dituduh telah melakukan korupsi terhadap dana bagi hasil pajak, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Kepala Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Provinsi Bengkulu, Chairuddin dituntut empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yeni Puspita. Pada perseidangan di Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, Senin, JPU juga menuntut agar terdakwa membayar denda Rp350 juta subsidair kurungan selama enam bulan. Dalam sidang terbuka untuk umum dengan majelis hakim yang diketuai Susanto, JPU menyatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) UU No.31 tahun 1999 sebagaimana telah ditambah dan diubah dengan UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. JPU menjelaskan, terdakwa secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan timbulnya keuangan negara atau perekonomian. Terdakwa pada 21 Maret 2006 atas inisiatif sendiri membuka rekening atas nama Dispenda di BRI cabang Bengkulu dengan nomor: 00000115-01-001421-30-3 untuk menampung dana perimbangan khusus PBB dan BPHTB serta penerimaan lainnya untuk Provinsi Bengkulu. Padahal sebelumnya sudah ada rekening kas umum daerah Provinsi Bengkulu di Bank Bengkulu (Bank Pembangunan Daerah-BPD). Tak ditanggapi Menkeu Setelah membuka rekening, pada 22 Maret 2006, Chairuddin membuat surat No.900/2228/DPD dengan ditandatangani Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin kepada Menteri Keuangan, yang pada intinya melaporkan bahwa pemerintah Provinsi Bengkulu telah membukan rekening di Bank BRI cabang Bengkulu, dan mohon agar dana dari pusat kecuali DAU dan DAK dimasukan ke rekening tersebut, namun tidak mendapat tanggapan dari Menteri Keuangan. Terdakwa juga mengirimkan surat pada pada masing-masing pimpinan bank operasional III Provinsi Bengkulu, yakni BRI cabang Manna, BRI cabang Curup, BRI cabang Argamakmur, dan Bank Mandiri cabang S Parman Bengkulu, untuk meminta agar bank-bank tersebut memasukan dana dari pusat, kecuali DAK dan DAU ke rekening No. 00000115-01-001421-30-3 di BRI cabang Bengkulu. Karena ada permintaan itu, maka bank operasional III Provinsi Bengkulu, memindahbukukan dana PBB dan BPHTB serta penerimaannya lainnya, yang sebelumnya ke rekening kas daerah di Bank Bengkulu ke rekening Dispenda di BRI cabang Bengkulu. Dana yang dipindahbukukan yakni PBB sebesar Rp19.776.607.754, BPHTB Rp246.733.923, serta dana penerimaan lainnya Rp1.219.842.390 dan penerimaan bunga Rp80.236.837. Dengan telah dialihkannya, penerimaan non DAK dan DAU itu ke rekening Dispenda di BRI cabang Bengkulu yang totalnya mencapai Rp21.323.420.895, maka terdakwa bisa leluasa menggunakannya tanpa harus melalui proses perhitungan dan penetapan APBD. Dari dana Rp21.323.420.895 itu, sebesar Rp20.900.769.300, kemudian digunakan oleh terdakwa, dengan rincian Rp2 miliar diberikan pada Direktur PT Sawit Bengkulu Madani, Heri Santoso, sebagai pinjaman pembangunan pabrik CPO di Kabupaten Muko Muko. Kemudian sebesar Rp2 miliar, diberikan pada Direktur PT Bahari Bumi Nusantara, Kusumawati untuk pembelian kepal ikan dan jaring, Rp1.670.769.300 diberikan pada Andry Ahmad Kosasih untuk pembelian 100 unit traktor tangan. Terdakwa juga memberikan uang sebesar Rp504 juta pada Slamet Sugandhi untuk melobi anggaran dari pusat, diserahkan pada Agusman Badaruddin sebesar Rp100 juta sebagai iuran Asosisasi Dispenda se-Indonesia dalam ranak revisi UU No.17 tahun 2001 tentang Keuangan, pada Putut Drajat Santoso Rp495 juta untuk mengurus dana-dana bagi hasil dari pusat, pada Abdulrab A Attamimi Rp100 juta untuk melobi Panggar DPR RI guna meningkatkan DAU Provinsi Bengkulu. Digunakan terdakwa untuk pembelian travel cek sebesar Rp2 miliar, dan digunakan untuk kepentingan tidak jelas oleh terdakwa sebesar Rp12,010 miliar. Ketahuan BPK Penyimpangan penggunaan dana bagi hasil pajak itu ditemukan, setelah BPK melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan dana bagi hasil PBB dan BPHTB serta penerimaan lainnya di Provinsi Bengkulu selama 2006 dan 2007. Karena ketahuan, terdakwa pun mengembalikan seluruh uang yang telah digunakannya ke rekening kas umum daerah di Bank Bengkulu, termasuk mengelihkan sisa dana yang masih tersimpan di rekening BRI cabang Bengkulu. Dari total dana yang dikembalikan (Rp20.900.769.300), sebesar Rp14,6 miliar diantaranya diketahui bersumber dari PT Sawit Bengkulu Madani dan Rp2,5 miliar dari PT Bahari Bumi Nusantara, yang kemudian dana tersebut berasal dari PT Bengkulu Mandiri, BUMD milik pemerintah Provinsi Bengkulu. Total dana Rp17,1 miliar, berhasil ditarik dari PT Bengkulu Mandiri, setelah terdakwa sebagai Komisaris Utama BUMD itu mengatur adanya kerja sama antara PT Bengkulu Mandiri dengan PT Sawit Bengkulu Madani dan PT Baharai Bumi Nusantara. Untuk kerja sama itu, PT Bengkulu Mendiri memberikan pernyertaan modal sebesar Rp2,5 miliar pada PT Bahari Bumi Nusantara dan Rp14,6 miliar pada PT Sawit Bengkulu Madani. Uang itu kemudian digunakan untuk mengganti dana bagi hasil pajak yang telah terpakai.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008