Jakarta (ANTARA) - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan aktivis antikorupsi menggelar aksi simbolik "pemakaman" KPK di gedung KPK, Jakarta, Selasa sebagai bentuk dimatikannya KPK pasca pengesahan revisi Undang-Undang KPK (UU KPK).

Pantauan di lokasi, pegawai KPK dan aktivis antikorupsi yang berjumlah sekitar ratusan itu serentak ke luar dari gedung KPK menuju pelataran gedung KPK dengan mengibarkan bendera kuning.

Baca juga: Elemen masyarakat apresiasi DPR sahkan revisi UU KPK

Baca juga: Lemkapi: Revisi UU KPK untuk pemberantasan korupsi lebih baik

Baca juga: Poin-poin penting pada revisi UU KPK


Selain itu, tampak mereka juga membawa replika kuburan dan juga batu nisan dengan tulisan "RIP KPK 2002-2019".

Saat mereka keluar dari gedung KPK juga diiringi olah lagu yang berjudul Bunga dan Tembok yang dinyanyikan langsung oleh Cholil, vokalis dari Efek Rumah Kaca.

Dalam aksi simbolik juga dilakukan pembacaan doa dan puisi.

Lampu di sekitar lobi gedung KPK pun sempat dimatikan sebagai tanda "mati"-nya KPK.

Saat lampu dimatikan, dilakukan aksi menyalakan laser berwarna merah dan mengarahkannya ke logo KPK sebagai tanda banyaknya koruptor yang ingin menjatuhkan bahkan melumpuhkan KPK.

"Malam ini juga, kita akan mengenang setiap prestasi yang telah dilakukan oleh garda terdepan pemberantasan korupsi, yaitu KPK dan korban-korbannya yang telah ditolong oleh lembaga ini," ucap Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati saat menyampaikan orasinya.

Ia menyatakan bahwa yang dibela saat ini bukan lah KPK maupun pegawainya, melainkan pemberantasan korupsi.

"Salah kita mengatakan kita sedang membela KPK, apalagi hanya membela para pekerja di KPK. Tentu saja kita mendukung kawan-kawan KPK kita mendukung KPK tetapi sesungguhnya yang kita membela bukan lembaga, yang kita bela bukan orang, yang kita bela adalah nilai, yang kita bela pemberantasan korupsi," kata dia.

Diketahui sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI ke-9 Masa Persidangan I periode 2019-2020 menyetujui hasil revisi UU KPK untuk disahkan menjadi undang-undang.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019