Jakarta (ANTARA) - Perusahaan pengembang teknologi reaktor thorium, Thorcon International Pte Ltd, dan Badan Layanan Umum Pusat Penelitan dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengadakan diseminasi hasil kajian pengembangan dan implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Thorium di Indonesia.

Kajian yang berjalan selama 10 bulan tersebut ditinjau dari beberapa aspek antara lain aspek regulasi, keselamatan, keekonomian, beban dan jaringan listrik, kata Kepala Perwakilan Thorcon Internasional Bob S Effendi dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu.

"ThorCon International adalah perusahaan nuklir bagian dari ThorCon Amerika Serikat yang telah menyatakan minatnya secara serius kepada pemerintah RI untuk mengembangkan dan membangun PLTT tipe TMSR500 di Indonesia dengan biaya investasi sekitar 1,2 miliar dolar AS atau sekitar Rp17 triliun," kata Bob Effendi.

Baca juga: ThorCon kembangkan pembangkit thorium pertama di Indonesia

Menurut hasil kajian, seluruh regulasi yang dibutuhkan untuk melakukan pembangunan PLTN dari sisi bauran energi maupun perizinan keselamatan instalasi nuklir sudah memadai. Sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, dan UU No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 yang mengamanatkan penggunaan PLTN pada tahun 2025. Begitu pun, PP No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035.

Selain itu, berdasarkan PP Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), dinyatakan bahwa untuk mengurangi emisi karbon dan untuk memenuhi permintaan energi nasional yang mendesak maka energi nuklir dapat dimanfaatkan
sebagai pasokan energi dengan kondisi harus dioperasikan pada tingkat keselamatan tinggi dengan harga terjangkau, yang di targetkan di bawah BPP nasional 7,7 sen dolar AS per kWh.

Ia mengatakan banyak ahli nuklir di dunia setuju dan telah menyimpulkan bahwa secara teoritis teknologi ThorCon TMSR500 memiliki tingkat keselamatan yang tinggi dengan sistem keselamatan pasif dan struktur yang lebih sederhana, karena dapat beroperasi pada tekanan rendah, juga hemat biaya serta menghasilkan energi listrik yang bersih.

Baca juga: Ini lima daerah potensial pengembangan kawasan industri berbasis thorium


Dalam hal analisis finansial, proyek pembangkit listrik TMSR500 adalah proyek yang memenuhi kelayakan keekonomian. Dengan asumsi 2 x 500 MW pembangkit TMSR500 menunjukkan, bahwa proyek pembangkit listrik TMSR500 layak secara finansial dengan harga jual sebesar 6,9 sen dolar per kWh atau di bawah BPP nasional.

"Dalam skema Independent Power Producer (IPP) pembangunan pembangkit ini tidak memiliki risiko finansial dan teknologi bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan
pemerintah," katanya.

Melalui studi peta jalan PLTT, disimpulkan bahwa apabila proses perijinan dilakukan secara efektif dan efisien oleh lembaga pemerintah yang berwenang, maka proyek pembangunan PLTT tipe TMSR500 ini dapat selesai dalam kurun waktu 7 tahun.

Untuk menekan risiko dan meningkatkan kepastian dari sistem keselamatan maka ThorCon International akan melakukan implementasi melalui 2 tahap, yakni tahap pengembangan dan tahap pembangunan.

Pada tahap pengembangan yang akan berlangsung selama 2 tahun ThorCon International akan membangun fasilitas “Test Bed Platform” dengan biaya 70 juta dolar AS. Setelah tahap pengembangan selesai maka tahap pembangunan baru akan dimulai dan dijadwalkan agar
dapat dimulai pada tahun 2023 untuk dapat uji coba tahun 2027.

Dalam kajian jaringan dan beban, tiga provinsi telah dipilih untuk menjadi lokasi potensial untuk pembangunan PLTT. Besarnya kebutuhan listrik untuk meningkatkan industri pengembangan ekonomi wilayah di ketiga provinsi yaitu Kalimantan Barat, Bangka Belitung dan Riau, dianggap layak untuk dikaji lebih lanjut secara komprehensif yang nantinya akan dijadikan lokasi PLTT yang pertama.

Pewarta: Faisal Yunianto
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019