Oleh Budisantoso Budiman Bandar Lampung (ANTARA News) - Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) Lampung kedatangan tamu khusus, yakni lima harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) yang "hijrah" dari habitatnya (translokasi) di hutan Aceh Selatan. Lima harimau, salah satu spesies mamalia besar yang sangat langka dan dilindungi di dunia, itu selama di Aceh Selatan dituding menjadi "biang kerok". Sang raja hutan kerapkali masuk ke permukiman penduduk dan "berkonflik" dengan masyarakat setempat. Bahkan, ada laporan bahwa harimau itu --empat jantan dan satu betina, berusia antara 4 hingga 5 tahun-- telah memangsa warga di Aceh. Kecemasan warga Aceh Selatan sekaligus menjadi kecemasan terhadap nasib satwa langka dilindungi itu. Oleh karena itu, para pihak sepakat memutuskan untuk memindahkannya ke hutan di Lampung. Harapannya adalah baik warga maupun satwa itu bisa selamat dan terlindungi. "Benar, pada Jumat (27/6) ini, lima ekor harimau dari Aceh Selatan itu telah diangkut ke Lampung, untuk kemudian akan dilepasliarkan di hutan TNBBS," kata Kepala Balai Besar TNBBS, Kurnia A. Rauf. Harimau asal Aceh Selatan harus diselamatkan dan diharapkan di habitatnya yang baru, mereka bisa mendapatkan tempat hidup yang lebih baik dengan kondisi makanan alami yang mencukupi sehingga tidak lagi keluar hutan dan mengancam penduduk sekitar. Menurut Kurnia, setelah sampai di Lampung dan harimau itu langsung dibawa ke kawasan karantina di daerah Tampang Belimbing (Tambling), Bengkunat, di Kabupaten Lampung Barat. "Lima ekor harimau itu dibawa dengan pesawat Hercules dari Aceh, ke Bandara Raden Inten II di Branti Lampung, selanjutnya diangkut lagi secara bertahap dengan pesawat CASA ke Tampang Belimbing," kata Kurnia. Ia menepiskan kekhawatiran bahwa harimau itu akan dijinakkan untuk kemudian menjadi penghuni taman safari atau kebun binatang. Harimau itu ditranslokasikan ke Lampung untuk diliarkan kembali di habitat alamnya yang baru di dalam kawasan hutan TNBBS. "Sejak awal tujuan memindahkan harimau itu ke Lampung adalah untuk diliarkan, bukan untuk ditempatkan di kebun binatang atau taman safari," kata Kurnia. Namun, ia mengemukakan, belum dapat dipastikan berapa lama harimau itu harus dikarantina dan bisa menyesuaikan diri. "Pokoknya kalau dinilai sudah bisa liar kembali, harimau-harimau itu akan segera kami lepaskan di hutan TNBBS yang kami nilai masih baik," katanya. Selama dalam karantina, kelima ekor harimau itu mendapatkan perlakuan dan perawatan khusus sehingga benar-benar siap untuk dilepaskan. Tim khusus pun disiapkan untuk membantu mengawasi dan merawat kelima ekor harimau itu, sehingga diharapkan dalam waktu dekat dapat diliarkan. Kurnia berharap semuanya berjalan lancar, sehingga Raja Rimba itu dapat segara menempati rumah bebasnya yang baru. Translokasi lima ekor harimau itu merupakan hasil kerja bersama antara Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor, Balai Besar TNBBS Lampung, Departemen Kehutanan, Forum Kerjasama Harimau Sumatera, serta Artha Graha Peduli. Hutan TNBBS yang berada di wilayah Provinsi Lampung dan Bengkulu (Kabupaten Lampung Barat dan Tanggamus/Lampung), serta Kabupaten Kaur Selatan/Bengkulu) memiliki luas sekitar 350.000 ha dinilai cocok menjadi habitat baru bagi lima ekor harimau asal Aceh Selatan. "Hutan di wilayah ini masih memadai, jumlah makanan alami masih mencukupi serta relatif mudah diawasi," kata Kurnia. Di kawasan selatan hutan TNBBS diperkirakan masih terdapat antara 35-40 ekor harimau Sumatera liar yang hidup alami. Kendati begitu, hutan TNBBS seperti halnya kawasan hutan alam lainnya tidak bebas dari ancaman. Pengrusakan dan perambahan, termasuk pembalakan liar (ilegal logging) masih kerap terjadi. Status TNBBS sebagai "situs warisan alam dunia" oleh UNESCO, mendorong berbagai pihak harus bekerja keras untuk melestarikan flora dan fauna di hutan konservasi tropis tersisa yang terbilang paling luas di Sumatera. Lima harimau asal Aceh Selatan yang dibawa ke Lampung itu, hampir delapan bulan di bawah pengawasan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Selama di BKSDA mereka dikurung. Kondisi ini tidak memenuhi standar kebebasan bagi si raja hutan," kata ketua tim relokasi, Tony Sumampauw, di Banda Aceh, Kamis (26/6) lalu. Habitat asli harimau di Aceh sudah rusak. Akibatnya mereka turun ke pemukiman warga dan mengancam warga dan sekaligus kelestarian harimau itu. Sebagian harimau itu bahkan pernah memangsa manusia. Dokter hewan tim, Retno Sudarwati, menyatakan bahwa kesehatan harimau yang dipindahkan secara umum cukup baik. "Namun ada beberapa yang mengalami masalah seperti mengidap tumor di mulut," katanya. Sebelum dilepaskan, empat harimau berjenis kelamin jantan dan satu betina itu akan direhabilitasi selama dua pekan, serta menghuni sementara areal karantina di hutan TNBBS. Di tubuh harimau-harimau itu juga dipasang piranti pemantau posisi terhubung sistem satelit (Global Positioning System/GPS) untuk memudahkan memonitor mereka setelah dilepas ke alam. Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang berkantor di Kota Agung, Tanggamus, Lampung, bekerjasama dengan LSM internasional, Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP), masih terus melakukan survei keberadaan satwa liar langka dan dilindungi, khususnya mamalia besar, seperti harimau, badak, dan gajah yang populasinya diperkirakan kian menyusut. Kepala Balai Besar itu, Kurnia A Rauf, membenarkan pihaknya masih terus melakukan survei populasi harimau Sumatera untuk mengetahui jumlah dan keberadaannya pada kawasan hutan seluas 356.800 ha, agar perlindungan dan pelestariannya dapat lebih optimal. "Kami masih terus melakukan survei itu, antara lain dengan WCS-IP yang memiliki stasiun penelitian," kata Kurnia. Belum diketahui perkiraan jumlah populasi harimau di seluruh kawasan hutan TNBBS. Di Sumatera, selain TNBBS dan Taman Nasional Way Kambas (TNWK), harimau Sumatera hidup pula di hutan rawa Taman Nasional Berbak dan Kerinci Seblat serta TN Gunung Leuser. Pada tahun 1978 diperkirakan kurang lebih terdapat 1.000 ekor harimau Sumatera. Dalam kurun waktu 14 tahun, pada tahun 1992, jumlah harimau itu berkurang setengahnya. Harimau Sumatera saat ini menjadi salah satu hewan yang paling terancam punah. Padahal keberadaan harimau itu merupakan "spesies kunci" dalam menjaga keutuhan sumberdaya alam Indonesia. "Dengan melindungi harimau Sumatera, berarti telah membantu melindungi kehidupan liar lain di seluruh Sumatera," katanya. Indonesia merupakan habitat asli tiga subspesies harimau, yaitu Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), Harimau Bali (Panthera tigris balica), dan Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Namun perkembangan terakhir tinggal satu subspesies saja yang keberadaannya dapat dipastikan, yaitu Harimau Sumatera. "Harimau Sumatera, satu-satunya harimau yang survive di kepulauan Indonesia, namun populasi juga menurun drastis," ujarnya. Badan Konservasi Dunia (IUCN) memasukkan Harimau Sumatera dalam kelompok satwa terancam punah kritis. Analisa Viabilitas Populasi dan Habitat (PHVA) Harimau Sumatera pada 1992 yang dilakukan oleh Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), memperkirakan hanya 400 ekor saja yang hidup dalam lima Taman Nasional di Sumatera. Seratus ekor masih berkeliaran dalam areal tak dilindungi. Berkurangnya hewan mangsa serta rusaknya habitat, secara nyata telah mempengaruhi kelangsungan hidup raja rimba itu. Harapannya, dengan kehadiran penghuni baru harimau asal Aceh Selatan di hutan TNBBS, upaya perlindungan dan pelestarian flora dan fauna di dalamnya akan menjadi semakin optimal dan efektif. Bukan sebaliknya, hanya memindahkan masalah dari Aceh ke Lampung. Selamat datang Raja Rimba dari Aceh Selatan di TNBBS Lampung. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008