Tidak boleh dibuka sembarangan. Ada UU Migas yang melindungi upaya eksplorasi, pengeboran, ...
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean menyatakan bahwa Pertamina tidak boleh membuka data secara sembarangan kepada publik, termasuk data sumur YYA-1 yang mengalami kebocoran karena data tersebut mengandung rahasia bisnis yang memang harus ditutup.

“Tidak boleh dibuka sembarangan. Ada UU Migas yang melindungi upaya eksplorasi, pengeboran, dan sebagainya karena data tersebut terkait banyak hal yang harus dijaga dan disimpan, misal teknologi supaya tidak ditiru pihak lain,” ujar Ferdinand di Jakarta, Sabtu.

Ferdinand mengingatkan bahwa sektor migas merupakan sektor yang sarat dengan teknologi dan juga biaya besar sehingga perusahaan seperti Pertamina memang harus menyimpan data dengan rapat, karena di sanalah letak keunggulan perusahaan tersebut.

"Data tersebut harus dijaga karena merupakan keunggulan perusahaan dan tidak bisa dibuka begitu saja karena berpotensi diketahui pihak lain. Kecuali jika ada penyelidikan oleh aparat sehingga Pertamina harus membuka. Selain itu, tidak bisa,” tegasnya.

Menurut dia, penyimpanan data tersebut tidak bertentangan dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), sebab UU tersebut tidak dapat diartikan bahwa Pemerintah bisa membuka semua data yang diminta publik.

“Ada batasan-batasannya. Kalau data umum saja memang bisa, tetapi data krusial yang memang harus dijaga, tentu saja tidak bisa,” katanya melalui keterangan tertulis.

Baca juga: Formula kompensasi tumpahan minyak Pertamina segera selesai

Dalam konteks itu pula, Ferdinand meminta semua pihak untuk bersabar menunggu penanganan yang dilakukan Pertamina, apalagi saat ini BUMN tersebut juga sedang berupaya untuk menutup kebocoran melalui pengeboran miring di dekat sumur YYA-1 yang bocor.

Bahkan secara simultan, Pertamina juga membentuk pagar oil boom, mengerahkan petugas dan kapal-kapal, serta memberdayakan nelayan untuk turut membersihkan ceceran minyak di pantai.

“Jadi hendaknya semua bersabar. Kita tunggu saja sesuai timeline Pertamina, yakni 2-3 bulan setelah kebocoran. Kecuali kalau Pertamina berdiam diri, baru kita bisa ambil langkah hukum. Ini kan tidak,” katanya.

Menurut Ferdinand, yang dilakukan Pertamina tersebut sudah sesuai dengan SOP industri migas, bahkan dinilai sangat memadai karena tidak ada upaya alternatif selain itu.

Hal yang sama, lanjutnya, juga akan dilakukan industri lain jika mengalami peristiwa yang sama.

“Beberapa waktu lalu saya meninjau lokasi, dan hingga sekarang terus memantau perkembangannya. Upaya Pertamina sudah sangat tepat dan masih on track sesuai timeline mereka,”ujarnya.
Baca juga: Pertamina pulihkan terumbu karang terdampak tumpahan minyak

Pewarta: Subagyo
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2019