Jakarta, (ANTARA News) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat akan memanggil saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk menyelidiki proses penjualan tanah negara yang diperuntukkan sebagai jalur hijau seluas 806 m2 di Tanjung Duren Utara, kepada perorangan. "Pekan ini, kami akan memanggil sedikitnya lima saksi dari BPN untuk mengetahui proses penjualan tanah itu kepada perorangan. Dari situ akan diketahui pihak-pihak diduga terlibat," kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Edward R Putra, di Jakarta, akhir pekan lalu. Menurut dia, tim penyelidik diketuai Kasipidsus telah memanggil lima saksi diantaranya Ketua RT dan RW serta pejabat kelurahan setempat. "Dari penyelidikan ini, kami sebenarnya telah mendapat titik terang," katanya. Menurut dia, hilangnya tanah negara tanpa prosedur itu berpotensi merugikan keuangan negara sekitar Rp6 miliar. Peralihan tanah itu berawal pada tahun 1977. Saat itu, warga di Tanjung Duren Utara mengajukan permohonan kepada Camat dan Walikota untuk menjadikan jalur hijau sebagai sebagai pos Rukun Warga (RW) 10. Dari semula pos RW semi permanen berukuran 4x4 meter, pada 1986 pos itu direnovasi menjadi bangunan permanen gedung sekretariat RW 10. Ia mengatakan, persoalan timbul pada tahun 2006 ketika Ny.SN mengakui lokasi itu sebagai tanah tanah miliknya dengan membawa bukti dua sertifikat HGB nomor 03138 tanggal 17 Februari 2005 atas namanya dirinya di kavling blok B nomor 458 seluas 502 m2 dan sertifikat HGB nomor 03139 tanggal 17 Februari 2005 juga atas nama dirinya di kavling blok B nomor 424 dan kavling nomor 425 seluas 304 m2. Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, pihaknya tengah memperbaiki sistem pengelolaan aset daerah agar lebih sistematis dan terukur, sehingga seluruh aset DKI tidak diserobot pihak swasta maupun perorangan. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008