DAK menyatakan untuk mendapatkan proyek harus bersedia membayar 10 persen dari nilai proyek sebagai uang muka, di luar uang "KW"
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara terkait penetapan tiga tersangka baru dalam pengembangan perkara dugaan suap Kepada Bupati Pakpak Bharat nonaktif Remigo Yolando Berutu.

Tiga tersangka tersebut, yaitu Wakil Direktur CV Wendy Anwar Fuseng Padang (AFP), Dilon Bancin (DBC) dari unsur swasta, dan Gugung Banurea seorang pegawai negeri sipil (PNS).

Sebelumnya, KPK terlebih dahulu menetapkan tiga tersangka, yakni Bupati Kabupaten Pakpak Bharat periode 2016-2021 Remigo Yolando Berutu (RYB), Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat David Anderson Karosekali (DAK), dan Hendriko Sembiring (HSE) dari unsur swasta.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Senin menjelaskan terkait penerimaan dari Dilon dan Gugung.

Baca juga: KPK tetapkan tiga tersangka baru kasus Bupati Pakpak Bharat nonaktif

"Sekitar Februari 2018, diduga terjadi pertemuan di rumah dinas Bupati Pakpak Bharat untuk membicarakan proyek Dinas PUPR Tahun Anggaran 2018. Dalam pertemuan tersebut, terdapat permintaan dari beberapa pihak terkait dengan proyek Dinas PUPR," ungkap Febri.

Selanjutnya, Remigo memastikan adanya keuntungan untuk dirinya terkait permintaan-permintaan tersebut.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, kata Febri, diduga terjadi pertemuan lain antara Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat David Anderson Karosekali (DAK) dan pihak lain.

"Dalam pertemuan tersebut, DAK menyatakan untuk mendapatkan proyek harus bersedia membayar 10 persen dari nilai proyek sebagai uang muka, di luar uang "KW"," kata Febri.

Febri menjelaskan bahwa uang "KW" diduga sebagai kode dari "Uang Kewajiban" yang harus dibayarkan kontraktor saat ada pencairan dana proyek.

"Dalam pertemuan tersebut pula, DAK menawarkan proyek peningkatan/pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dengan nilai Rp5,1 miliar. Pada Maret 2018, proyek tersebut ditawarkan kepada DBC dan GUB yang kemudian menyetujui untuk membayar uang muka Rp500 juta," tuturnya.

Baca juga: KPK diperkirakan periksa 60 saksi terkait kasus Muhammad Tamzil

Selanjutnya pada awal April 2018, diduga terjadi penyerahan uang Rp500 juta dari Dilon dan Gugung kepada perantara yang kemudian menyampaikannya kepada Bupati Remigo di kantornya.

Kemudian pada April 2018 dalam sebuah pertemuan di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Bupati Remigo meminta kepada anggota Pokja ULP supaya lelang proyek peningkatan/pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dipercepat dan nama calon pemenang akan diberikan oleh David Anderson.

"DAK kemudian bertemu dengan Pokja ULP untuk memberi informasi bahwa proyek peningkatan/pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng akan diurus oleh GUB dan DBC. Kemudian GUB memasukkan penawaran untuk paket pekerjaan peningkatan/pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dengan menggunakan PT ALAHTA," ucap Febri.

Pada akhir Juni 2018, kata Febri, PT ALAHTA yang dimiliki oleh kerabat Gunung dinyatakan sebagai pemenang.

"Atas pengumuman ini, GUB memberi uang "koin" sebesar Rp50 juta kepada Sekretaris Pokja ULP. DAK beberapa kali meminta kepada PT ALAHTA untuk membayar uang "KW", yaitu setelah pencairan dana proyek mencapai 50 persen dan 95 persen serta beberapa permintaan lainnya untuk keperluan mendesak Bupati RYB," kata Febri..

Diduga pemberian uang dari tersangka Dilon dan Gugung total sejumlah Rp720 juta melalui DAK kepada Bupati Remigo terkait dengan "fee" pelaksanaan proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Pakpak Bharat yang diduga berasal dari mitra yang sedang mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Pakpak Bharat.

Baca juga: KPK supervisi perkara dengan tiga kementerian soal reklamasi

Selanjutnya, Febri menjelaskan terkait penerimaan dari tersangka Anwar Fuseng.

Tersangka Anwar Fuseng adalah salah satu kontraktor di Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat yang merupakan Wakil Direktur CV Wendy.

"Pada Februari 2018, DAK menghubungi AFP untuk meminta uang Rp250 juta sebagai persyaratan 25 persen uang "KW" jika ingin mendapatkan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat. Tersangka AFP kemudian menerima tawaran tersebut," ucap Febri.

Selanjutnya pada 1 Maret 2018, David Anderson menerima Rp250 juta dari Anwar dengan kwitansi yang tertulis "Pinjaman Untuk Biaya Pengobatan".

"Uang tersebut kemudian diberikan kepada RYB melalui ajudannya di Pendopo Rumah Dinas Bupati. Kemudian pada Mei 2018, DAK kembali menghubungi AFP untuk menyiapkan perusahaan karena akan diberikan paket pekerjaan berupa Peningkatan Jalan Traju-Sumbul-Lae Mbilulu dengan nilai proyek Rp2,03 miliar," tuturnya.

Selanjutnya, Anwar mengajukan penawaran menggunakan CV Wendy melalui LPSE dan pada 4 Juni 2018, ditetapkan sebagai pemenang.

Baca juga: Mantan Bupati Kepulauan Talaud terima barang mewah Rp595,855 juta

"Pada November 2018, DAK meminta AFP memberikan sisa uang "KW" sebesar 15 persen dari nilai kontrak dipotong pajak untuk setiap pencarian termin sehingga pada 16 November 2018 AFP memberikan Rp50 juta kepada DAK yang kemudian diteruskan kepada Bupati RYB," ujar Febri.

Tersangka Anwar diduga memberi uang total Rp300 juta kepada David dan Remigi terkait dengan "fee" pelaksanaan proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Pakpak Bharat yang diduga berasal dari mitra yang sedang mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Pakpak Bharat.
 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019