Jakarta (ANTARA) - Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD, Mervin S Komber menyampaikan 10 poin perubahan yang ada dalam Tata Tertib DPD, dan telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPD RI.

Dia mengatakan masuknya sejumlah pasal dari kode etik dalam Tatib baru tersebut adalah keputusan Pleno Badan Kehormatan, para anggota BK sepakat agar penyusunan tatib didasari juga oleh kode etik DPD.

Baca juga: Presiden bahas tatib DPD di UU MD3 bersama pimpinan DPD

Baca juga: Paripurna DPD tetapkan tatib baru

Baca juga: DPR-DPD agar ubah tatib sikapi putusan MK


"Dasarnya itu kode etik DPD. Wajar saja dan tidak berlebihan, itu pun telah disepakati seluruhnya," kata Mervin dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Salah satunya mengakomodir senator yang berasal dari provinsi baru hasil pemekaran dan untuk menyempurnakan dari aturan terdahulu yang mengacu kepada revisi Undang-Undang No 2 tahun 2018 tentang MPR DPR DPD dan DPRD (UU MD3).

Dia menegaskan bahwa perubahan tatib ini sebenarnya untuk menyempurnakan tatib sebelumnya agar para anggota DPD ke depan bekerja maksimal sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

Selain itu menurut dia, Tatib DPD RI yang baru untuk penegakan citra dan martabat lembaga karena DPD harus menjadi contoh bagi rakyat sehingga harus diisi para tokoh-tokoh daerah yang berkualitas.

Sepuluh poin perubahan Tatib DPD RI yaitu, pertama; pada tatib sebelumnya, "Provinsi Kalimantan Utara (provinsi baru hasil pemekaran) hanya disebutkan diawal, sehingga tidak bisa ikut dalam pembagian alat kelengkapan di DPD.

Lalu diubah menjadi "Provinsi Kalimantan Utara secara teknis diatur pada semua alat kelengkapan dan secara otomatis kedudukannya dalam dalam alat kelengkapan sama dengan provinsi lain".

Kedua; "Pengambilan perjalanan dinas tidak bisa dilakukan sebelum terbentuknya alat kelengkapan PURT'. Diubah menjadi "Anggota DPD bisa langsung mengambil perjalanan dinas".

Poin ketiga; pada periode ini "Anggota DPD tidak punya kewenangan menentukan anggaran DPD karena Ketua PURT adalah pimpinan DPD (Ex Officio)" dan di periode mendatang menjadi "Anggota DPD mempunyai kewenangan mengatur anggaran DPD karena anggota yang berhak menjadi pimpinan PURT".

Poin keempat; "Anggota DPD pada alat kelengkapan tidak bisa melakukan kunjungan keluar negeri", lalu diubah menjadi "Semua anggota DPD di alat kelengkapan manapun dapat melaksanakan kunjungan kerja ke luar negeri".

Poin kelima disebutkan, "Untuk DPD yang melaksanakan perjalanan dinas ke provinsi bukan Dapilnya hanya mendapatkan uang perjalanan dinas dan tidak mendapatkan uang kegiatan".

Lalu dalam Tatib DPD yang baru diubah menjadi "Anggota DPD yang melaksanakan perjalanan dinas di luar dapilnya, mendapat uang perjalanan dinas dan uang kegiatan".

Di poin keenam; "Untuk Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat tidak diakomodir pengawasan Perdais, Qanun, Perdasi dan Perdasus (PULD)" lalu diubah menjadi "Untuk Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Aceh, Papua dan Papua Barat telah diatur agar dapat mengevaluasi rancangan Perdais, Qanun, Perdasi dan Perdasus".

Poin ketujuh disebutkan "Pembagian alat kelengkapan menjadi tidak berimbang karena tidak ada aturan yang tegas (hal ini menimbulkan kecemburuan anggota DPD dalam satu provinsi", lalu dipersingkat menjadi "Anggota DPD dibagi merata di semua alat kelengkapan".

Poin kedelapan; "Pimpinan DPD dapat tidak melaporkan kinerja setiap tahun" dan diubah menjadi "Pimpinan DPD wajib melaporkan laporan kinerja setiap tahun dalam sidang paripurna".

Di poin kesembilan; sebelumnya berbunyi "DPD berpotensi dipimpin oleh tersangka seorang pelanggar kode etik, orang yang malas mengikuti kegiatan DPD" lalu diubah menjadi "DPD akan dipimpin oleh pimpinan yang negarawan, tidak cacat etika dan bukan merupakan tersangka".

Dan untuk poin terakhir yaitu, "Anggota lembaga pengkajian MPR bisa bukan berasal dari DPD", diubah menjadi "Anggota lembaga pengkajian MPR wajib berasal dari DPD".

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019