Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa memanggil sembilan saksi dalam penyidikan kasus suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) Tahun 2018/2019.

Sembilan saksi tersebut dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun (NBU).

"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa sembilan orang saksi untuk tersangka NBU terkait tindak pidana korupsi suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) tahun 2018/2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Baca juga: KPK periksa sejumlah pengusaha terkait gratifikasi Nurdin Basirun

Baca juga: KPK sebut sumber gratifikasi Nurdin Basirun dari OPD di Kepri


Sembilan saksi yang dipanggil, yaitu Direktur PT Cipta Karya Maritim Ardra Teja Bhaswara, Direktur PT Citra Kelong Barelang Dju Hiang, Direkrur Utama PT Amanah Melayu Raya Andy Kosasih, Direktur Utama PT Mustika Combol Indah Andri Wijono Sutiono.

Selanjutnya, Direktur PT Batam Alam Lestari Iskandar Tio, Direktur PT Putra Flonara Perkasa U Lai, Direktur PT Global Maritim Lestari Franky Sucipto, Direktur Utama PT Batam Steel Indonesia Jimmy Lee, dan Direktur PT Citra Mandiri Terminal Jovan.

Untuk diketahui, KPK pada 11 Juli 2019 telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) Tahun 2018/2019.

Sebagai penerima, yakni Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan (EDS), dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono (BUH). Nurdin juga ditetapkan sebagai tersangka penerimaan gratifikasi.

Sedangkan sebagai pemberi, yakni Abu Bakar (ABK) dari unsur swasta.

Baca juga: KPK sita dokumen anggaran geledah kantor BPKAD-Barenlitbang Kepri

Dalam pengembangan kasus itu, KPK pada 12 September 2019 kembali menetapkan satu tersangka, yaitu pengusaha bernama Kock Meng (KMN).

Dalam konstruksi perkara terkait Kock Meng disebutkan bahwa saat ini sedang dilakukan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau yang antara lain memuat rencana reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Untuk melakukan reklamasi dibutuhkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, namun karena Perda RZWP3K masih dlbahas, maka izin lokasi tersebut belum dapat diterbitkan.

Oleh karena itu, Kock Meng dan Abu Bakar akhirnya mengajukan terlebih dahulu izin prinsip pemanfaatan ruang laut pada Nurdin sebagai Gubernur Kepri.

Kemudian, Kock Meng dengan bantuan Abu Bakar mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam sebanyak tiga kali, yaitu Oktober 2018 untuk rencana proyek reklamasi pembangunan resor yang bersangkutan seluas 5 hektare.

Baca juga: 24 Kepala OPD Kepri akan diperiksa KPK

Selanjutnya, April 2019 untuk rencana proyek reklamasi yang bersangkutan seluas 1,2 hektare dan Mei 2019 untuk pembangunan resor dengan luas sekitar 10,2 hektare.

Peruntukan area rencana reklamasi yang diajukan Kock Meng melalui Abu Bakar seharusnya adalah untuk budidaya dan termasuk kawasan hutan lindung (hutan bakau).

Namun, hal tersebut kemudian diakaI-akali  agar dapat diperuntukkan kegiatan pariwisata dengan cara membagi wilayah 2 hektare untuk budidaya dan selebihnya untuk pariwisata dengan membangun keramba ikan di bawah restoran dan resor.

Ketiga izin tersebut telah terbit dengan luas total 16,4 hektare.

Sebagai imbalan dari penerbitan izin tersebut, Kock Meng bersama-sama Abu Bakar memberikan uang pada Nurdin, Edy, dan Budi, sejumlah, yaitu pada Mei 2019 Rp45 juta dan 5.000 dolar Singapura sebagai imbalan penerbitan izin prinsip. Pada Juli 2019 sebesar 6.000 dolar Singapura untuk pengurusan data dukung syarat reklamasi.

Baca juga: KPK cegah pengusaha Kock Meng terkait kasus reklamasi Kepri

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019