Jakarta (ANTARA) - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengaku bahwa usulan DPRD Papua dan Papua Barat agar Pemerintah Pusat bertemu dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) butuh strategi khusus.

"(Pertemuan) Itu ada tekniknya, nanti secara teknik akan kita pikirkan karena terkait langkah-langkah penyelesaian sehingga secara substansi akan dipikirkan lebih jauh," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP) Jakarta, Selasa.

Baca juga: DPRD Papua-Papua Barat sampaikan delapan permintaan ke Presiden Jokowi

Pada hari ini pimpinan DPRD dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) Papua dan Papua Barat menyampaikan delapan permintaan kepada Presiden Joko Widodo melalui Moeldoko terkait dengan situasi terkini di Papua.

Permintaan pertama mereka adalah agar ada dialog antara Pemerintah Pusat dan tokoh-tokoh Papua, khususnya tokoh-tokoh yang dipandang memiliki ideologi yang konfrontatif atau berseberangan seperti ULMWP dan KNPB.

Baca juga: Mendagri rapat koordinasi dengan perwakilan DPRD Papua-Papua Barat

ULMWP adalah Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua yang dipimpin oleh Benny Wenda. Sedangkan KNPB adalah Komite Nasional Papua Barat, baik ULMWP maupun KNPB disebut oleh Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bertanggung jawab atas kerusuhan di Papua dan Papua Barat karena memproduksi hoaks.

"Pada dasarnya jalan dialog adalah jalan kemanusiaan jadi semua dari kita semua ingin untuk dialog yang terbaik, bermartabat, untuk mencapai kemanusiaan yang tertinggi sehingga tidak ada satupun dari kita yang merasa terpinggirkan, tidak didengar pemerintah menaruh perhatian tinggi atas kesejahteraan Papua ini perlu berkomunikasi dengan baik dengan semua pihak," tambah Moeldoko.

Pertemuan perwakilan masyarakat Papua secara menyeluruh dengan Presiden Joko Widodo menurut Moeldoko pun sedang dipersiapkan.

"Sudah direncanakan oleh Pak Mendagri nanti akan ada pertemuan yang lebih luas yang bisa diwakili oleh Bapak Gubernur Papua/Papua Barat, MRP (Majelis Rakyat Papua), berikutnya juga dari DPRD se-Papua/Papua Barat, berikutnya bupati, wali kota, tokoh-tokoh adat, agama perguruan tinggi, semuanya akan direncanakan pertemuan rencana Pak Mendagri nanti setelah pelantikan," ungkap Moeldoko.

Selain meminta Pemerintah Pusat untuk bertemu dengan kelompok yang berseberangan, para pimpinan DPRD tersebut juga meminta adanya penarikan pasukan nonorganik TNI dan Polri di Papua dan Papua Barat.

"Untuk penarikan pasukan kita perlu pengkajian lebih dalam karena tugas negara melindungi segenap bangsa dan warganya. Jadi di Papua itu yang ada di sana berbagai etnis, masyarakat pendatang, semua dari itu membutuhkan kepastian keselamatan pengamanan dan tugas prajurit TNI/Polri untuk melindungi semua masyarakat di sana," tambah Moeldoko.

Kondisi di Papua belakangan pun kembali memanas, hingga Selasa (24/9), demonstrasi yang berujung kerusuhan di Wamena, Papua menyebabkan 23 orang meninggal dunia, dan 63 yang menderita luka-luka sedangkan korban akibat demonstrasi di Jayapura ada tiga orang yang meninggal dunia dari demonstran ditambah satu aparat TNI gugur.

"Pemerintah dan pasti masyarakat Indonesia sangat prihatin atas peristiwa ini. Sungguh kita tidak ingin ada prajurit, masyarakat sipil yang cukup banyak jumlahnya meninggal, ada polisi yang luka, ini sungguh kita keprihatinan yang tinggi," ungkap Moeldoko.

Namun untuk mengatasi konflik tersebut, menurut Moeldoko harus dilakukan secara menyeluruh dan holistik.

"Kita sangat berharap bahwa semua persoalan nanti bisa diselesaikan tapi kita juga paham penyelesaian Papua menyeluruh, holistik, tidak bisa hanya pendekatan keamanan, harus semua pendekatan kebudayaan, ekonomi kesejahteraan dan pendekatan lain yang lebih manusiawi, bermartabat," ungkap Moeldoko.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019