Jakarta (ANTARA) - Mahasiswa di berbagai daerah serentak bergerak menolak revisi undang-undang kontroversial yang dinilai menciderai reformasi dan amanat masyarakat.

Sejak Selasa pagi, para mahasiswa tersebut berjalan kaki menuju gedung perwakilan rakyat setempat.

Di Jakarta, mahasiswa dari berbagai kampus mengalir menuju Gedung DPR/MPR. Tidak hanya dari Jakarta dan sekitarnya, namun sejumlah utusan mahasiswa dari daerah juga turut bergabung.

Demo di depan gedung yang pernah diduduki mahasiswa saat reformasi 1998 tersebut, memenuhi jalan protokol Gatot Subroto, meluber masuk hingga jalan tol.

Ribuan mahasiswa menuntut dibatalkannya UU KPK dan menolak disahkannya RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, serta RUU Minerba dan RUU Pertanahan yang masih dalam pembahasan.

Kericuhan terjadi beberapa kali dalam demo tersebut. Selain kawat berduri, tembakan 'water canon' dan gas air mata mewarnai aksi unjuk rasa tersebut.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, mengatakan sebanyak 18.000 personel gabungan telah diturunkan untuk mengamankan aksi mahasiswa yang berlangsung di depan Gedung MPR/DPR itu.

Personil 18 ribu aparat tersebut terdiri dari TNI, Kepolisian Indonesia Satpol PP, Dinas Perhubungan, Pemadam Kebakaran, dan instansi terkait lainnya.

Baca juga: Polisi kerahkan 252 personel amankan aksi tolak RKUHP

Di Bogor, Mahasiswa dari Universitas Pakuan menduduki bangunan Balai Kota untuk menyampaikan penolakan terhadap revisi UU KPK dan KUHP.

Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menemui para mahasiswa tersebut dan meminta Presiden Joko Widodo menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) untuk membatalkan hasil revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang telah disetujui DPR RI menjadi undang-undang pada 17 September 2019.

Sementara di Bandung, ribuan mahasiswa menggelar aksi menolak revisi UU KPK dan KUHP di depan Gedung DPRD Jawa Barat. Aksi tersebut diwarnai kericuhan saat massa merangsek masuk ke halaman gedung dengan merusak pagar halaman gedung. Polisi menyemprotkan air dari water canon serta menembakkan gas air mata ke kerumunan massa.

Aksi di Bandung hingga Selasa malam, mengakibatkan 92 mahasiswa terluka.

Baca juga: 92 mahasiswa terluka akibat demo ricuh di Bandung

Di Semarang, ribuan mahasiswa berunjuk rasa menolak Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi hasil revisi dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Mereka menjebol gerbang DPRD Provinsi Jawa Tengah di Semarang.

Demo mahasiswa melibatkan ribuan peserta juga terjadi depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang, Jawa Timur. Aksi unjuk rasa tersbeut sempat diwarnai kericuhan akibat pengunjuk rasa berusaha masuk ke gedung wakil rakyat tersebut.

Para mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (ARD) tersebut sempat memaksa masuk ke halaman Gedung DPRD Kota Malang, dengan mendobrak pintu gerbang yang dijaga oleh aparat keamanan.

"Ada beberapa tuntutan yang kami suarakan hari ini. Pertama, kami menolak reforma agraria, dan hentikan monopoli serta perampasan tanah petani dan rakyat Indonesia," kata Humas Aksi Muhammad Ridwan, di Kota Malang, Jawa Timur.

Sementara itu, ribuan mahasiswa di Bali berunjuk rasa untuk menolak Revisi KUHP dan Revisi UU KPK serta menyoroti kebakaran hutan yang terjadi di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

"Lewat aksi ini, kami ingin memberitahu kepada masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Bali bahwa Bali tidak diam terkait yang terjadi di Indonesia, terkait RKHUP, RUU KPK, kebakaran hutan dan Pelanggaran HAM di Papua ," kata Humas Aksi Bali Tidak Diam, Abror Torik Tanjilla di Lapangan Bajra Sandhi Renon, Denpasar, Selasa.

Melalui aksi ini, selain menyuarakan empat poin itu, mahasiswa juga mendukung kurang lebih 30 perwakilan Bali yang sedang ikut aksi di Jakarta.

Sementara sekitar 5.000 mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi bersama kelompok masyarakat sipil di Kota Bengkulu berunjuk rasa di depan Sekretariat DPRD Provinsi Bengkulu, menuntut DPR membatalkan UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi dan RUU KUHP serta mendesak pemerintah menuntaskan agenda reformasi.

Koordinator aksi, Dendi Kurniawan dari Universitas Hazairin di Bengkulu, Selasa, mengatakan tuntutan para mahasiswa dan kelompok masyarakat sipil yang bergabung dalam Gerakan Pemuda Rafflesia menuntut pemerintah segera membatalkan Undang-Undang yang mengebiri semangat reformasi.

Di Jambi, ribuan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi menggelar unjuk rasa menolak Revisi Undang Undang KPK dan RUU KUHP di gedung DPRD Provinsi Jambi. Demo ditandai aksi saling dorong dengan aparat kepolisian yang terpaksa melepaskan gas air mata.

Di Medan, aksi demo seribuan mahasiswa menolak RUU KUHP, dan menolak revisi UU KPKdi depan gedung DPRD Sumatera Utara diwarnai kericuhan.

Sementara ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Makassar Sulawesi Selatan menuntut pembatalan UU KPK dan RKUHP, RUU Pertanahan, dan Pemasyarakatan, Minerba. Mereka melakukan aksi di depan kantor DPRD Sulsel.

Sebanyak 1.900 personel aparat kepolisian Polda Sulsel diturunkan untuk mengamankan demo mahasiswa dan juga pengamaman pelantikan anggota DPRD Sulawesi Selatan.

Sementara di Kota Palu, Sulawesi Tengah, massa mahasiswa menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Tengah.


Baca juga: DPR terima masukan komunitas pers tolak pasal bermasalah RKUHP

Dikabulkan

Desakan untuk penundaan sejumlah RUU oleh gerakan mahasiswa dari berbagai tanah air tersebut dikabulkan oleh DPR.

Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Ia menegaskan DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Pemasyarakatan.

"Saya mengimbau kepada adik mahasiswa agar menurunkan tensi karena semua tuntutannya sudah kita penuhi terkait RKUHP dan RUU Pemasyarakatan," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan DPR menunda pengesahan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan atas permintaan Presiden Jokowi dan aspirasi masyarakat.

Sementara RUU Pertanahan dan RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba) masih dalam proses pembahasan sehingga tidak perlu dilakukan penundaan karena belum pengambilan keputusan.

"RUU Minerba dan RUU Pertanahan berbeda dengan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. RUU Pertanahan dan RUU Minerba masih dalam proses pembahasan jadi tidak perlu dilakukan penundaan karena belum pengambilan keputusan," ujarnya.

Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang kepada DPR RI.

"Sekali lagi, RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan, RUU KUHP, itu ditunda pengesahannya. Untuk kita bisa mendapatkan masukan-masukan mendapatkan substansi-substansi yang lebih baik, sesuai dengan keinginan masyarakat," kata Presiden dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (23/9) sore.

Hati-hati ditunggangi

Sementara itu, Managing Director Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengingatkan agar gerakan mahasiswa berhati-hati terhadap penunggang gelap yang memiliki agenda sendiri untuk menurunkan Presiden Jokowi.

Menurut Umam dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa, setidaknya terdapat tiga elemen yang melakukan aksi turun ke jalan.

Pertama, gerakan mahasiswa dan aktivis yang memiliki agenda aksi yang orisinal fokus pada penggagalan revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Kebakaran Hutan, RUU Pertahanan, RUU Keamanan Cyber dan RUU Pertanahan.

Kedua, pihak yang mendukung Jokowi saat Pilpres 2019, namun kemudian merasa kecewa dengan sikap Jokowi yang dianggap melemahkan KPK dan tunduk pada kepentingan oligarki.

Ketiga penunggang gelap yang berusaha memanfaatkan gerakan mahasiswa yang mulai terkonsolidasi dengan baik, dengan menggeser isu ke arah sikap-sikap politik inkonstitusional dengan menggunakan tagar #turunkanJokowi dan menyuarakan untuk menggagalkan pelantikan Capres-Cawapres 2019 terpilih.

"Dalam situasi ini, mahasiswa aktivis harus selalu waspada agar dapat secara cermat memisahkan diri dari kelompok ketiga, yang notabene kepentingan penunggang gelap jelas tidak sesuai dengan agenda aksi yang orisinal," katanya.

Selanjutnya, menurut dia, kekuatan elemen masyarakat sipil harus semakin solid dan tidak mudah terfragmentasi.

Baca juga: DPR: penundaan pengesahan RKUHP hingga waktu tidak ditentukan
 

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019