Palu (ANTARA) - Hampir setahun bencana alam gempabumi, tsunami dan likuefaksi di sejumlah wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, masih banyak korban yang tetap tinggal ditenda-tenda darurat karena tidak mendapatkan hunian sementara (huntara).

"Kami mau kemana lagi," kata Jaka (43), seorang korban gempabumi di Kelurahan Wombo Kalongo,Kecamatan Taweli Kota Palu, Rabu.

Disela-sela kunjungan tim media centre Wanaha Visi Indonesia (WVI) pusat dalam rangka meninjau sejumlah kegiatan pascabencana alam gempabumi 7,4 SR yang menimbulkan tsunami dan likuefaksi di Palu, Sigi dan Donggala (Pasigala), lelaki dua anak itu menuturkan selain masih tinggal ditenda, juga kekurangan bahan makanan.

Jaka mengatakan di Kelurahan Wombo Kalonga hingga kini masih ada sekitar 15 kepala keluarga (KK) yang belum memiliki tempat tinggal huntara. Apalagi hunian tetap (huntap).
Baca juga: Wiranto: pembangunan huntap di Sulteng secepatnya dirampungkan

Karena itu, kata dia mereka masih bertahan tinggal dipungungsian meski kekurangan bahan makanan.

Untuk bisa memenuhi kebutuhan makan/minum keluarganya, ia bersama istrinya mengupas dan mengiris bawang goreng dengan upah rata-rata perharinya Rp30.000.

"Ya dengan upah tersebut, bisa membeli kebutuhan sehari-hari seperti beras , sayur dan ikan," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Fatmi, seorang korban gempabumi di desa Wombo Kalongo. Ia juga mengatakan masih tinggal ditenda pengungsi bantuan salah satu lembaga kemanusiaan diluar negeri.

Ia mengatakan sebelumnya ada banyak pengungsi yang tinggal ditenda. "Tapi lainnya sudah kembali kerumah mereka membangun pondok sederhana yang penting bisa untuk tempat tinggal," kata Fatmi.

Baik Fatmi maupun Jaka, keduanya mengaku kehilangan rumah dan matapencaharian saat gempabumi terdasyat di Sulteng itu melululantakkan rumah-rumah warga di Desa Wombo Kalongo.
Baca juga: Masih bertahan di pengungsian sebagian korban banjir Banggai
Baca juga: JMK-Oxfamproduksi 29,6 juta liter air untuk pengungsi bencana Sulteng


Rumah yang dibangun bertahun-tahun dengan susah payah tersebut hancur berkeping-keping dipora-porandakan gempabumi. "Saat itu kami pikir sudah mau kiamat," ujarnya.

Karena memang gempanya sangat keras dan membuat warga sangat ketakutan dan harus berusaha dengan sekuat tenaga menyelamatkan diri."Dan syukur alhamdulillah, kami semua warga Wmbo Kalongo tidak ada yang meninggal dunia akibat gempa tersebut.

Kebanyakan rumah rusak dan hingga kini belum juga mendapatkan bantuan, termasuk jaminan hidup (jadup) dari pemerintah.

Semua korban gempabumi yang rumahnya rusak belum mendapatkan bantuan jadup maupun dana stimulan untuk bangunan-bangunan rumah rusak, katanya.

Mereka berharap apa yang dijanjikan pemerintah tidak hanya sebatas janji, tetapi segera diteralisasikan. Kasihan kami pak, sudah tidak punya rumah, juga selama pascabencana hampir setahun ini belum tersentuh bantuan seperti halnya yang telah diterima korban lainnya.
Baca juga: ACT salurkan 700 paket daging kurban untuk pengungsi di Palu dan Sigi
 

Pewarta: Anas Masa
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2019