Purwokerto (ANTARA) - Puluhan orang dari berbagai elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Banyumas (AMB) melakukan unjuk rasa untuk mendukung kepada Bareskrim Mabes Polri yang tengah mengusut kasus kompleks Pertokoan Kebondalem, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Unjuk rasa digelar di depan Kantor Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Banyumas (eks Markas Polres Banyumas), Purwokerto, Kamis.

Massa membawa berbagai poster di antaranya bertuliskan "Bupati Tolong! Kembalikan Kebondalem", "Pokoke Kebondalem Kebonane Wong Banyumas", dan "Dukung Dit Tipikor Bareskrim Mabes Polri Usut Dugaan Korupsi Kebondalem".

Selain diisi dengan orasi dan menyanyikan berbagai lagu, dalam unjuk rasa itu dibacakan kronologi persoalan kompleks Pertokoan Kebondalem yang telah terjadi selama puluhan tahun.

Baca juga: KPK RI bekali anggota DPRD Kabupaten Banyumas dengan materi tipikor
Baca juga: Dandim: Karhutla lereng Gunung Slamet merambat ke wilayah Banyumas
Baca juga: Ratusan orang ikuti aksi membersihkan Sungai Serayu Banyumas


Saat ditemui di sela-sela unjuk rasa, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Bersama Rakyat Anti Korupsi Republik Indonesia (DPP Gebrak RI) Setya Adri Wibowo mengatakan aksi yang digelar AMB bertujuan untuk memberi dukungan kepada Bareskrim.

"Juga ditujukan untuk meyakinkan Bareskrim bahwa rakyat Banyumas betul-betul menghendaki permasalahan ini (kasus Kebondalem) dibongkar tuntas. Siapapun yang terlibat di dalamnya, tegakkan hukum, berikan kepastian hukum kepada masyarakat Kabupaten Banyumas," katanya.

Pihaknya juga menyiapkan langkah-langkah lebih lanjut untuk meminta DPRD Kabupaten Banyumas memberikan pernyataan sikap mendukung Bareskrim yang tengah mengusut kasus tersebut.

"Itu opsi pertama. Opsi keduanya, kita juga akan melakukan gugatan sebagai masyarakat Banyumas," katanya.

Dia mengatakan, melakukan gugatan kepada pihak-pihak yang kita anggap bermasalah karena ketika berbicara tentang perjanjiannya.

"Di situ kita anggap melakukan penyimpangan, bertentangan dengan asas kemanfaatan dan tentunya kita bicara juga dengan undang-undang, maka kita mempunyai hak untuk melakukan gugatan dan itu tidak perlu melalui proses peradilan perdata yang panjang. Jadi cukup untuk menetapkan membatalkan perjanjian Bupati dengan PT GCG (Graha Cipta Guna)," katanya.

Ketika perjanjian yang dibuat pada tahun 1982 itu selesai, harusnya kompleks Pertokoan Kebondalem kembali ke Pemkab Banyumas namun ternyata diminta oleh PT GCG secara keseluruhan.

Bupati Banyumas harus punya keberanian mengambil sikap secara tegas untuk menyelamatkan aset yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Banyumas meskipun hal itu bisa membahayakan dirinya.

Dalam kronologi permasalahan Kompleks Kebondalem yang disusun oleh seorang tokoh masyarakat Banyumas, Suherman dan dibacakan oleh Januar disebutkan bahwa kompleks Pertokoan Kebondalem yang terletak di Kelurahan Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timur, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, adalah salah satu pusat bisnis dan perdagangan terbesar di Kota Purwokerto merupakan aset daerah milik Pemkab Banyumas

Dalam pengelolaan kompleks Pertokoan Kebondalem, Pemkab Banyumas telah mengadakan kerja sama dengan pihak kedua yang terbagi dalam tiga tahap, yakni perjanjian tanggal 22 Januari 1980, perjanjian tanggal 21 Desember 1982, dan perjanjian tanggal 7 Maret 1986.

Dalam perjanjian tanggal 22 Januari 1980 dan 21 Desember 1982, Pemkab Banyumas bekerjasama dengan PB Bali CV untuk membangun rumah toko (ruko) sebanyak 51 unit.

Sementara dalam perjanjian tanggal 7 Maret 1986, Pemkab Banyumas bekerja sama dengan PT GCG yang pemiliknya sama dengan PB Bali CV untuk membangun taman hiburan rakyat, pertokoan, perkiosan dan tempat parkir.

Permasalahan timbul ketika hak pengelolaan selama 30 tahun atas tanah Kebondalem berdasarkan perjanjian tahun 1980 dan 1982 telah selesai pada tahun 2012 dan 2014 yang dihitung dari jangka waktu 30 tahun ditambah dua tahun pembangunan.

Namun Pemkab Banyumas tidak dapat menguasai kembali 51 unit ruko yang dibangun atas dasar perjanjian tersebut. 
 

Pewarta: Sumarwoto
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019