Sigi (ANTARA) - Pada 28 September 2018 sekitar pukul 18.37 WITA, gempa bumi berkekuatan 7,4 Skala Ricther secara mengejutkan mengguncang sejumlah wilayah di Provinsi Tengah yakni Kota Palu,Kabupaten Donggala, Sigi dan Parigi Moutong.

Tidak hanya gempa, tetapi juga terjadi tsunami di Palu dan Kabupaten Donggala. Lebih dahsyat lagi menimbulkan likuefaksi atau pergerakan/pergeseran tanah di sejumlah titik permukiman penduduk dan lahan pertanian di Kota Palu dan Kabupaten Sigi.

Bencana alam terdahsyat di provinsi yang terletak di jazirah Pulau Sulawesi itu mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia dan hilang ditelan tsunami dan likuefaksi memporak-porandakan ribuan bangunan rumah tinggal, toko, hotel,sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, jaringan listrik, telekomunikasi dan jaringan irigasi pertanian.

Berikutnya, infranstruktur jalan dan jembatan yang mengakibatkan sejumlah wilayah permukiman penduduk di sejumlah daerah, terutama di Kabupaten Sigi sempat hampir sebulan setelah bencana tersebut terisolir karena akses jalan putus total.

Salah satu daerah yang paling parah diterjang gempa bumi dan likuefaksi adalah Kabupaten Sigi, daerah yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Provinsi Sulteng.

Tercatat ada sekitar 100 sekolah dari tingkau PAUD,TK,SD, SMP sampai SMA dan sederajat yang rusak total diluluhlantakkan oleh gempabumi dan tsunami.

Selama beberapa bulan anak-anak tidak mendapatkan akses belajar, karena selain sekolah mereka rusak, juga belum mendapatkan bantuan tenda.

Selain itu, para guru dan juga siswa rata-rata masih diliputi rasa trauma yang cukup berat sehingga mereka lebih memilih untuk tetap tinggal di lokasi-lokasi pengungsian.

Baca juga: Mengutip pendapat ahli, Gubernur Sulteng ingatkan ancaman gempa

Baca juga: PMI latih petugas tanggap bencana dari 10 negara ASEAN



Tidak ditempat

Pemerintah pada awal-awal bencana seperti tidak tahu mau berbuat apa karena memang tidak siap. "Untung saja ada TNI/Polri yang memang sudah terbiasa dalam menghadapi bencana-bencana alam yang besar," kata Bupati Sigi Mohammad Irwan Lapata.

Bupati Irwan mengatakan saat kejadian tidak ada di tempat. "Waktu itu kebetulan saya sedang ada di luar kota dalam kaitan dengan tugas-tugas sebagai kepala daerah," katanya.

Karena itu, ia tidak merasakan langsung gempa dan bagaimana situasi dan kondisi saat gempa mengguncang dan memporak-porandakan sebagian besar wilayahnya.

Di Kabupaten Sigi ada 15 kecamatan dan 13 diantaranya terdampak bencana gempa bumi dan dua kecamatan yakni Sigibiromaru dan Tanambulava selain diterjang gempa, juga terjadi peristiwa alam yang tidak pernah terjadi di daerah ini sebelumnya yakni likuefaksi.

Dia mengaku salah satu sektor yang terdampak parah dari bencana alam tersebut adalah sektor pendidikan.
Karena selain banyaknya sekolah yang rusak, juga anak-anak mengalami traumatik panjang sehingga perlu yang namanya pemulihan psikologi atau trauma healing.

Menurut dia, jika hanya pemerintah yang bergerak maka dapat dipastikan mengalami kesulitan baik mulai dari masa tanggap darurat mengevakuasi para korban sampai pada tahapan masa transisi dan rekonstruksi.

Jika hanya pemerintah yang turun tangan, sudah dapat dipastikan tidak akan sanggup menghadapi cobaan alam dan Tuhan yang berat tersebut.

Untung ada bantuan kemanusiaan dari pihak lain, termasuk NGO dari dalam maupun luar negeri yang ikut terlibat di lapangan.

Banyak pihak yang sudah membantu Pemerintah Sigi dan Pemerintah Kota Palu, Donggala dan Parigi Moutong yang juga termasuk wilayah-wilayah yang terdampak bencana gempa, tsunami dan likuefaksi.

Apalagi, kata Bupati Irwan, wilayah-wilayah di Sigi selama ini memang masih sulit dijangkau karena akses jalannya belum memadai.
Karena itu, mulai dari masa tanggap darurat, transisi sampai rekonstruksi, Pemkab Sigi memberikan prioritas pemulihan beberapa sektor, termasuk sektor pendidikan.

Baca juga: Irigasi Gumbasa rusak akibat gempa, pertanian di Sigi banyak terlantar

Baca juga: Korban gempa Sigi minta disediakan layanan kesehatan di Huntara



Semakin pulih

Bupati Irwan menambahkan bahwa untuk sektor pendidikan hingga kini sudah semakin pulih dibandingkan sebelumnya.

Kalau sebelumnya, para siswa terpaksa belajar di bawah pohon atau tenda darurat bantuan dari berbagai pihak, termasuk dari PBB (Unicef) dan juga Kementerian pendidikan dan Kebudayaan serta berbagai lembaga lainnya, kini sudah tidak ada lagi siswa yang tidak mendapatkan akses pendidikan memadai.

Semua siswa yang sekolahnya hancur, kini kembali bersekolah dan belajar dengan baik karena sekolah sudah dibangun/diperbaiki kembali oleh pemerintah bersama sejumlah organisasi kemanusiaan di dalam maupun dari luar negeri.

Memang diakuinya, masih sebagian kecil sekolah yang rusak dibangun atau diperbaiki kembali. Tapi, sudah menjadi komitmen pemerintah bersama dengan beberapa NGO untuk membangun kembali sekolah terdampak bencana di Kabupaten Sigi maupun daerah lainnya di Sulteng yang mengalami dampak dari gempa bumi, tsunami dan likuefaksi.

Salah satu dari sejumlah NGO yang hingga kini sangat responsif dengan sektor pendidikan adalah Wahgana Visi Indonesia (WVI).

Lembaga kemanusiaan itu sejak masa tanggap darurat sudah ikut terlibat dalam kegiatan evakuasi korban dan juga menyalurkan bantuan air bersih, kesehatan, bahan makanan, pakaian, tenda dan kebutuhan lainnya.

Sampai sekarang ini, WVI bersama pemerintah daerah terus melakukan pendampingan bagi anak-anak korban bencana alam.

Mereka, kata Bupati Irwan, ikut menyediakan tenda darurat untuk tempat belajar dan bermain anak-anak.

Memasuki masa rekonstruksi, WVI membangun beberapa sekolah ramah anak tidak hanya di Sigi, tetapi semua wilayah terdampak bencana.

Selain membangun sekolah atau kelas darurat tetapi permanen, mereka juga ikut memberikan trauma healing kepada guru dan siswa, juga memberikan materi mitigasi bencana sebagai upaya mengurangi resiko bencana (PRB) di beberapa sekolah pendampingan.

Hal itu sangat penting sekali mengingat Sigi termasuk daerah rawan bencana alam gempa, banjir dan tanah longsor.

Pemkab Sigi memberikan apresiasi atas apa yang sudah dilakukan oleh berbagai pihak dalam upaya membantu untuk memulihkan semua sektor, termasuk sektor pendidikan yang sekarang ini terbilang sudah kembali pulih.

Artinya, tidak ada lagi anak-anak/siswa yang mengalami kesulitan akses pendidikan karena sekolah mereka rusak.

Baca juga: Rotary Internasional bangun 32 lapak untuk korban gempa di Sigi

Baca juga: Masjid Alfalah tempat korban gempa-likuefaksi Sigi shalat Idul Adha



21 sekolah

Sementara Agung, salah satu staf WVI Palu mengatakan telah membantu sebanyak 21 sekolah terdampak bencana di empat wilayah yakni Sigi, Palu, Donggala dan Parigi Moutong.

Sampai sekarang ini sudah 70 ruangan atau kelas yang dibangun oleh WVI, termasuk diantaranya ada dua sekolah atau enam kelas dengan ukuran 5x8 meter dibangun dan sudah digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar.

Dijelaskannya, sekolah yang dibangun, semuanya berkonstruksi kayu. Bangunan sekolah dirancang khusus aman atau tahan gempa.

Di Kabupaten Sigi, dua sekolah yang dibantu WVI, yakni SDN Inpres Watunonju dan SD Bala Keselamatan (BK) Desa Watubula, Kecamatan Dolo.

Kedua sekolah itu saat terjadi gempa dahsyat pada 28/9-2018 rusak total, tetapi kini sudah dibangun oleh Pemkab Sigi bersama dengan WVI. "Masing-masing sekolah ada enam kelas yang dibangun oleh WVI," kata Agung.

Selain memberikan bantuan pembangunan sekolah dan juga MCK, juga dilengkapi dengan perlengkapan sekolah, termasuk alat-alat tulis seperti buku, balpoin, atas sekolah, pakaian seragam dan alat-alat permainan lainnya.

Semua bantuan tersebut diharapkan dapat membantu meringankan beban sekolah dan juga para orang tua yang rata-rata telah kehilangan mata pencaharian akibat gempa bumi dan likuefaksi yang terjadi di Sigi.

WVI juga sampai sekarang ini masih membantu warga yang kesulitan air bersih dengan mendistribusikan air bersih ke sejumlah daerah yang memang kesulitan sumber air bersih menyusul musim keringan yang telah berlangsung beberapa bulan terakhir ini.

Bahkan, tidak hanya itu, juga membangun kembali dan memperbaiki rumah warga yang rusak akibat bencana alam di beberapa wilayah seperti di Desa Tipo, Watusampu di wilayah Kota Palu dan Desa Marana di Kabupaten Donggala.

Baca juga: PMI DKI Jakarta bangun Madrasah di lokasi terdampak tsunami Sulteng

Baca juga: PMI bangun madrasah tsanawiyah ramah gempa di Sigi senilai Rp1miliar



Kembali ceria

Irwan, salah seorang siswa SDN Inpres Watunoju, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi terlihat begitu ceria seperti tidak pernah merasakan atau mengalami suatu bencana besar.

Keceriaan itu terlihat dari wajah siswa yang duduk dibangku kelas V saat tim dari Media Centre WVI dan sejumlah wartawan berkunjung ke sekolah yang terletak di poros Trans Sulawesi Palu-Palolo-Napu (Poso).

Irwan dan beberapa siswa lainnya begitu senang. Dengan senyum yang polos, mereka juga sangat serius mengikuti simulasi bencana yang dilaksanakan oleh beberapa staf dari WVI.

Begitu salah seorang staf WVI mengetuk meja beberapa kali tanda adanya gempa, para siswa langsung bersembunyi di bawah meja atau kursi masing-masing.

Kemudian dalam beberapa saat, satu persatu siswa keluar dari ruang kelas menuju lokasi titik kumpul di halaman sekolah sambil kedua tangan ditaruh di atas kepala mereka.

Setelah merasa sudah aman, selanjutnya siswa bersama guru kembali lagi ke ruangan kelas masing-masing untuk belajar.

Irwan mengatakan sekarang mereka tidak lagi takut jika terjadi gempa, sebab sudah tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana caranya menyelamatkan diri.
 
Sebelumnya, mereka tidak tahu samasekali soal mitigasi bencana. Mereka juga senang karena sudah bisa kembali belajar, sebab sebelumnya sekolah rusak akibat gempa bumi.

Kepala Sekolah SDN Inpres Watunonju, Gisman mengatakan untuk bangunan lama, dibangun oleh Pemkab Sigi. Tapi untuk bangunan yang baru terdiri enam kelas, dibangun oleh WVI.

Untuk kegiatan belajar-mengajar tidak ada lagi hambatan. Semua kegiatan sudah berjalan normal. Juga MCK yang dahulu tidak ada, kini sudah ada sehingga guru dan siswa tidak lagi kesulitan.

Dia juga menambahkan bahwa sekarang ini mitigasi bencana sudah diterapkan di sekolah mereka.

Hal senada juga disampaikan Yul, salah seorang guru SD BK Watubula, Kecamatan Dolo. Ia juga mengatakan bahwa sejak memasuki tahun ajaran baru, kegiatan belajar-mengajar sudah kembali berjalan normal.

Selama beberapa bulan setelah bencana alam tersebut, siswa hanya belajar di bawah pohon dan tenda darurat. Tapi sekarang ini semuanya sudah belajar dalam ruangan kelas.*

 
Sekolah darurat ramah anak dibangun oleh WVI (Wahana Visi Indonesia) sabuah NGO yang ikut membantu proses pemulihan pendidikan di Sigi.



Baca juga: Para siswa korban gempa di Sigi sambut sekolah baru

Baca juga: Walhi Sulteng salurkan 339 paket pendidikan untuk korban gempa Sigi

 

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019