Jakarta (ANTARA) - Project Manager dari Large Projects City Solutions Fortum Antti Liukko mengatakan pembangkit listrik tenaga sampah (Intermediate Treatment Facility -ITF) Sunter tidak memerlukan pemilahan sampah sehingga sampah yang diangkut dari rumah tangga bisa langsung diproses dalam fasilitas ini dengan sistem insinerator.

"Insinerator ini tidak memerlukan pemilahan sampah," kata Antti dalam konferensi pers di Kantor Kelurahan Sunter Agung, Jakarta Utara, Kamis.

ITF Sunter hanya akan melayani sampah-sampah rumah tangga yang berada di wilayah Sunter dan sekitarnya. Fasilitas pengolahan sampah ini akan bekerja operasional setiap hari untuk mengolah 2.200 ton sampah rumah tangga, dan menghasilkan listrik 35 megawatt per hari.

Baca juga: Pembangkit Listrik Tenaga Sampah segera dibangun di Lampung

Baca juga: Kepulauan Seribu dorong pengembangan listrik berbahan sampah


ITF Sunter akan dibangun dengan dana sebesar 250 juta dolar AS oleh PT Jakarta Solusi Lestari (JSL), yang merupakan perusahaan patungan antara PT Jakarta Propertindo (Jakpro) dan Fortum yang berbasis di Finlandia.

Fasilitas pengolahan sampah ini dilengkapi dengan teknologi berupa waste bunker untuk melakukan penyeragaman sampah, drain bunker untuk memproses air lindi, grate boiler dengan insinerator bersuhu tinggi kurang lebih 850 derajat Celcius. Tempat penampungan sampah (waste bunker) tersebut dapat menyimpan sampah sampai tiga hari.

Selain itu, ITF Sunter juga memiliki teknologi flue gas treatment untuk membersihkan gas buang, air pollution control residue untuk menangkap abu yang beterbangan, air cooled condenser sebagai unit pendingin yang menggunakan udara, serta pollutant control system termasuk selective non-catalytic reduction, semi dry scrubber dan spray drying absorption baghouse filter.

Meskipun telah dilakukan ground breaking ITF Sunter sejak Desember 2018, namun pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa)Sunter ini belum dibangun di Sunter hingga saat ini karena harus menyelesaikan berbagai studi komprehensif dan tahap persiapan termasuk disetujuinya kajian dampak lingkungan dan sosial (Environment and Social Impact Analysis/ESIA) serta diperolehnya berbagai perizinan seperti IMB dan jaringan transmisi.

Konsultan AMDAL dan ESIA AECOM Novianto Hadi Suwito untuk ITF Sunter menuturkan tingkat emisi yang dihasilkan fasilitas ini dipantau untuk tidak melampaui standar yang ditetapkan. Baku mutu emisi cerobong asap sesuai dengan standar Euro 5, yang menjadi standar tertinggi hingga saat ini, yaitu European Union Industrial Emissions Directive 2010/75/EU.

"Baku mutu EU Directive lebih ketat dibandingkan dengan baku mutu Indonesia," ujarnya.

Baca juga: Pengamat: Pembangkit listrik tenaga sampah cocok di perkotaan

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019