Dia (Presiden) harus bisa mengelola itu, bisa diterima bisa ditolak. Tapi kalau dia salah kelola, rezim bisa runtuh
Jakarta (ANTARA) - ​​​​Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menilai Presiden Joko Widodo masih mengamati dinamika politik yang ada sebelum memutuskan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

"Bapak Presiden pasti melihat berbagai aspek dinamika politik, apakah ini terbaik untuk bangsa dan negara atau tidak," ujar Emrus saat dihubungi, Jumat.

Menurut dia, saat ini Presiden masih menimbang-nimbang tentang dinamika politik yang mungkin timbul, terutama munculnya kekuatan lain yang menolak diterbitkannya Perppu.

Emrus mengatakan "kekuatan lain" tersebut bisa jadi berasal dari kelompok masyarakat ataupun elit-elit politik yang memiliki kepentingan terhadap revisi UU KPK.

Baca juga: Perppu UU KPK, ahli: dapat redam aksi demonstrasi

Dia mengingatkan kepada Jokowi agar cermat dalam mengelola desakan masyarakat, termasuk mahasiswa terkait penerbitan Perppu KPK.

Jika Presiden salah dalam mengambil keputusan, maka hal tersebut dapat berdampak pada kelangsungan pemerintahan dua periode Jokowi.

"Dia (Presiden) harus bisa mengelola itu, bisa diterima bisa ditolak. Tapi kalau dia salah kelola, rezim bisa runtuh," kata pria yang juga menjabat Direktur Eksekutif Lembaga Emrus Corner itu

Emrus menambahkan bahwa secara teoritis Jokowi bisa saja melakukan pertemuan dengan elit-elit politik yang memiliki kepentingan terhadap revisi UU KPK.

Menurut dia, dialektika dalam rangka kompromi politik semacam itu merupakan hal yang wajar dilakukan.

"Biasanya dalam pengelolaan itu, dilakukan pertemuan-pertemuan dengan para pihak, baik yang menuntut supaya keluar Perppu, atau yang boleh jadi menolak Perppu. Nantinya akan dilakukan komunikasi politik antara pihak-pihak ini sehingga ada titik kompromi," ucap Emrus.

Baca juga: DPR: Perppu KPK domain Presiden

"Yaitu kompromi bisa saja Perppu dikeluarkan, tapi ada pasal tertentu yang boleh jadi dipertahankan atau pasal tertentu tidak dipertahankan, terjadi perubahan di sana sini misalnya, untuk menjaga keseimbangan kekuasaan itu," sambung dia.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mempertimbangkan untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) terkait Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).

"Berkaitan dengan UU KPK yang telah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan-masukan juga yang diberikan kepada kita utamanya memang masukan itu berupa penerbitan Perppu, tentu saja ini akan kita segera hitung, kalkulasi," kata Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (26/9).

Baca juga: Peneliti : Publik ingin Perppu yang batalkan UU KPK terbaru

Presiden menyampaikan hal itu seusai bertemu sejumlah tokoh-tokoh nasional di lokasi yang sama untuk membicarakan persoalan terkini bangsa seperti kebakaran hutan, RUU KUHP, UU KPK dan demonstrasi mahasiswa.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2019