Kota Pekanbaru (ANTARA) - Krisnaningsih (53), penderita kanker payudara stadium empat, berulang kali mengucap syukur karena penyakit yang dideritanya berhasil dioperasi dengan menggunakan kartu BPJS Kesehatan.

"Sebagai peserta JKN-KIS aktif, Alhamdulillah saya sangat terbantu dalam menjalani operasi kanker karena dibiayai dari iuran yang dibayarkan oleh peserta lainnya," kata Krisnaningsih di Pekanbaru.

Menurut Krisna, dirinya terdeteksi mengidap kanker awal 2010, dan waktu itu status kanker sudah stadium 2A dan karena stres dirinya langsung mengundurkan diri dari medis dan lari ke pengobatan alternatif selama empat tahun.

Tahun 2014, katanya menyebutkan, payudara sudah pecah dan mengalami kesakitan yang luar biasa, dan Krisnaningsih adalah penderita mengalami CA mamae bilateral (keduanya kena, red) .Tetapi pada tahun 2014 pecah yang sebelah kiri lagi, yang sebelah kanan menyusut habis.

"Dan pertengahan tahun 2014 itulah, saya ke Solo untuk melakukan pengobatan medis, dengan memindahkan BPJS Kesehatan saya ke Solo," katanya. Saat menjalani operasi dan kemoterapi ia ditangani RS Kasih Ibu Solo, dan untuk sinar/radiasi di RSU DR Muwardi Solo," katanya.

Baca juga: BPJS Kesehatan tunggu Presiden soal kepastian kenaikan iuran

Baca juga: BPJS sebut peserta mandiri bisa autodebit bayar iuran


Krisnaningsih adalah peserta BPJS Kesehatan kelas 1, yang dibayarkan oleh perusahaan PT ASA TENERA PRIMA, yang bergerak di bidang jasa konsultan perkebunan, sebuah perusahaan yang merupakan join dari almarhum suaminya (meninggal setahun lalu, red) dan teman-temannya.

Sekarang, kata Krisnaningsih dirinya masih menjalani rawat jalan, dan untuk pasien kanker seperti dirinya tidak ada istilah sembuh, apalagi dengan kondisi dirinya yang sudah terlambat pengobatan.

"Sekarang untuk obat yang utama dari dokter satu macam untuk perbulan harganya Rp2 juta-an dan itu masih dicover BPJS Kesehatan. Kalau lainnya, obat pendamping yang saya minum, kalsium dan paling vitamin untuk stamina saja," katanya.

Krisnaningsih sempat mengingat kembali, waktu itu setelah operasi dan belum menjalani kemoterapi selama tiga bulan, kemudian dirinya sempat tidak bisa berjalan, ternyata sudah menyebar ke tulang belakang yang menyebabkan kaki kanannya terasa sakit sekali kalau digerakkan.

"Setelah itu baru mulai kemoterapi dan saya bisa berjalan lagi. Untuk sekali kemo saja menghabiskan biaya Rp15 juta sedangkan saya hingga 6 kali dikemo," katanya.

Krisnaningsih menyebutkan, suaminya meminta dia untuk memilih dioperasi di Solo, kampung halamannya karena di sana juga banyak saudara dan kerabat dekat lainnya.

"Suami dan anak-anak selalu memberikan dukungan pada saya, dan Alhamdulillah operasi berjalan lancar, terbantu dengan BPJS Kesehatan, dan bersyukur juga saya telah diberi umur panjang oleh Allah SWT, hingga kini," katanya dengan gembira terpancar di raut wajahnya itu.

Baca juga: Hitung-hitungan biaya kesehatan dari naiknya iuran BPJS Kesehatan

Baca juga: Yogyakarta belum masukan rencana perubahan iuran BPJS ke RAPBD 2020


Biaya operasi pertama di Solo, hingga biaya obat-obatan dan termasuk kemoterapi, katanya, dihitung-hitung oleh suami saya, Joko Kuwato (54) waktu itu, mencapai Rp1,5 miliar, cukup besar dan sungguh sulit rasanya untuk membiayai pengobatan dengan anggaran sebanyak itu.

"Pada awalnya saat mengurus rujukan, memang harus antri, tetapi kini antrian tidak lagi, justru banyak teman-teman yang berobat menggunakan kartu BPJS Kesehatan mengaku kesulitan lebih karena mereka tidak paham, mungkin kurang mendapatkan sosialisasi, terkait BPJS Kesehatan itu," katanya.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kota Pekanbaru, dr. Rahmad Asri Ritonga menyatakan untuk mengurus pindah fasilitas kesehatan itu sangat mudah, salah satunya peserta bisa meunggah mobile JKN dan nanti bisa memindahkan fasilitas kesehatannya di aplikasi itu.

"Peserta JKN-KIS tidak perlu ke kantor cabang lagi, atau bisa menghubungi call centre 1500400, nanti akan dibantu petugas," katanya.

Baca juga: Ribuan buruh di Medan tolak kenaikan iuran BPJS

Baca juga: Ribuan buruh di Medan tolak kenaikan iuran BPJS


BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Hukum Publik yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan Kesehatan Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah bekerja di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan.

BPJS Kesehatan juga dibentuk dengan modal awal dibiayai dari APBN dan selanjutnya memiliki kekayaan tersendiri yang meliputi aset BPJS Kesehatan dan aset dana jaminan sosial dari sumber-sumber sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.

Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS Kesehatan. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS Kesehatan.

Setiap peserta BPJS Kesehatan akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS Kesehatan ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.

Menjadi peserta BPJS Kesehatan tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.

Iuran BPJS Kesehatan bisa dibayar secara mandiri (perusahan dan pekerja). profesional dan dibayarkan oleh pemerintah, baik pusat mau pun daerah.

Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut.*

Baca juga: Pemkab Sleman siap laksanakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Baca juga: Peserta BPJS kesehatan di Biak merasa terbebani kenaikan iuran

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019