Walaupun hanya sepertiganya, sumbangan emisi di gambut ternyata tiga kali lipat lahan biasa
Jakarta (ANTARA) - Badan Restorasi Gambut (BRG) melihat tren kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terjadi tidak jauh dari lahan konsesi.

"Yang sekarang terjadi perusahaan-perusahaan jauh lebih menjaga lahannya karena takut kena denda. Itu tren yang saya lihat. Di luar konsesi banyak terjadi kebakaran. Tetapi anehnya yang terbakar di pinggir (lahan konsesi),"  kata Kepala Pokja Perencanaan Deputi I BRG Noviar ketika menjadi pembicara kelas jurnalis yang diadakan BRG di Jakarta, Jumat.

Menurut pantauan Noviar, dia melihat lahan konsesi perusahaan kebanyakan aman dari kebakaran, hanya sekitar satu persen saja yang terbakar.

Lahan gambut, ujar Noviar, sangat penting untuk dijaga karena pembakaran lahan gambut menghasilkan emisi yang lebih banyak dibandingkan lahan mineral biasa.

Baca juga: LIPI ungkap penyebab kebakaran hutan dan lahan gambut


Apalagi di Indonesia, dengan lahan gambutnya yang luas jika terus dibakar tentu akan menghasilkan emisi yang luar biasa.

"Seperti yang terjadi pada 2015 ketika kebakaran 2,6 juta hektare, sekitar sepertiganya terjadi di gambut. Walaupun hanya sepertiga, sumbangan emisinya ternyata tiga kali lipat dari yang lahan mineral," tegasnya.

Untuk itulah BRG dibentuk, merestorasi lahan-lahan gambut di 7 provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Papua.

BRG menetapkan 2,6 juta hektare lahan menjadi sasaran restorasi yang ditargetkan selesai pada 2020.

BRG bertugas  melakukan restorasi lahan gambut yang rusak, membantu tugas yang diwajibkan kepada korporasi yang memilki konsensi. 

Baca juga: Kapokja BRG bantah lahan gambut bisa terbakar sendiri

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019