Banjarmasin (ANTARA News) - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) asal daerah pemilihan Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel), mengharapkan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat membongkar akar permasalahan bahan bakar minyak (BBM) yang selama ini terjadi di negara ini. "Oleh karena itu, secara kelembagaan DPD juga mendukung pelaksanaan hak angket DPR terhadap permasalahan BBM tersebut," ujar Ir.H.M.Said, anggota DPD asal Kalsel, di Banjarmasin, Rabu, didampingi tiga anggota DPD lainnya masing-masing, H.A.Makkie, BA, Drs.H.M. Ramli dan Drs.H.M. Sofwar Hadi, SH. Mantan Gubernur Kalsel dua periode itu memperkirakan permasalahan BBM di Indonesia selama ini sebuah permainan, sehingga barang dagangan tersebut selain terkesan sulit didapat juga harganya mahal dan cenderung naik. "Permainan tersebut mungkin saja dari pihak pemerintah dalam hal ini Pertamina yang menjual keluar negeri secara resmi guna penerimaan devisa atau keuangan negara, untuk pembiayaan pembangunan," kata salah seorang sesepuh "Bumi Perjuangan Pangeran Antasari" Kalsel itu. Namun tidak tertutup kemungkinan, permainan oleh oknum dengan mengambil kesempatan dalam kesempitan atau perbedaan harga subsidi dan nonsubsidi yang cukup mencolok, mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi atau golongan, lanjut putra Indonesia kelahiran "Bumi Antaludin" Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalsel tersebut. Anggota DPD asal Kalsel yang memperoleh suara terbanyak itu, menyayangkan sikap atau kebijakan pemerintah Indonesia yang seakan-akan tak mau berpikir dan berbuat membangun kilang minyak di negeri sendiri, tetapi kelihatannya lebih sedang mengekspor minyak mentah dan mengimpor (membeli kembali) minyak masaknya. Padahal cara-cara tersebut kurang menguntungkan, terlebih kalau berpikir untuk jauh ke depan, karena Indonesia bisa keteteran akibat permainan pebisnis minyak dunia, demikian M.Said. Sementara Sofwat Hadi, mantan Wakil Ketua DPRD Kalsel dan mantan Kadispen Polda Jawa Timur (Jatim) menaruh curiga, jangan-jangan dengan senang bermain ekspor dan impor BBM tersebut, komisinya cukup lumayan. "Sebab tidak mustahil bisa terjadi, dari ekspor minyak mentah dapat komisi dan impor minyak masak juga mendapatkan komisi. Komisi tersebut lumayan untuk pribadi," lanjut mantan Kapolresta Banjarmasin, yang mantu mantan Gubernur Kalsel, H. Soebardjo S yang kawin dengan Syahrizada kelahiran Amuntai, Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kalsel itu. Untuk itu, saatnya dan belum terlambat Indonesia membangun kilang minyak sendiri agar mendatangkan nilai tambah maksimal. Jangan berpikir mahalnya investasi, karena itu hanya sesaat, namun manfaatnya akan dapat dinikmati dalam jangan panjang, sarannya. "Memang kabarnya untuk membangun satu kilang minyak diperlukan dana investasi sekitar tiga triliun rupiah. Tetapi dengan potensi minyak Indonesia dan asalkan kilang tersebut terpelihara dengan baik pula, maka investasi itu bisa segera kembali, selebihnya merupakan keuntungan setelah diperhitungkan pembiayaan operasional secara keseluruhan," demikian Sofwar Hadi.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008