Jakarta (ANTARA) - Fashion adalah salah satu cara untuk menunjukkan identitas seseorang. Fashion item seperti baju, tas, dan sepatu tidak lagi hanya dijadikan sebagai penunjang penampilan namun juga sebagai alat untuk mencerminkan kepribadian.

Akan tetapi, sebagian kalangan jarang mengetahui cerita di balik berbagai pakaian dan aksesoris yang dipakai, misalnya saja siapa sebenarnya yang membuat pakaian atau terbuat dari bahan apa.

Kini, ada beberapa fashion item yang tidak hanya membuat jadi lebih stylish tetapi juga bisa memberikan dampak sosial yang baik.

Berikut empat fashion item karya anak bangsa yang memiliki "kisah" di balik pengerjaannya:

1. Aksesoris stylish dari jamur tempe
 
Koleksi brand lokal Mycotech (Instagram/@mycotech)


Fashion item yang terbuat dari bahan dasar kulit hewan masih menjadi andalan bagi beberapa brand besar. Namun, untuk memproduksi fashion item dengan bahan dasar kulit hewan asli membutuhkan beberapa bahan kimia pendukung yang berpotensi mencemari lingkungan.

Untuk itu, Mycotech, wirausaha sosial asal Bandung menggunakan limbah pertanian berbahan dasar jamur tempe sebagai pengganti kulit yang dinamakan Mylea (Mycelium Leather).

Kulit Mylea ini tidak kalah stylish dan juga tahan lama seperti kulit hewan. Menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan membuat fashion item seperti tas tangan, watch strap dan dompet dari Mycotech ramah lingkungan.

Sebelumnya MyCotech telah membuktikan bahwa jamur Mylea juga dapat digunakan untuk bahan bangunan yang tidak kalah kokoh dengan produk pertambangan.

Mereka berusaha menciptakan pengganti gypsum sebagai bahan bangunan menjadi jamur di mana proses produksinya diatur secara inklusif. Petani berskala kecil direkrut sebagai rekan untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari limbah pertanian yang sebelumnya tidak pernah mereka anggap berharga.

Baca juga: Camila Cabello hingga Helen Mirren tampil di peragaan busana L'Oreal

Baca juga: Kylie Jenner dirawat di rumah sakit


2. Tas anyaman klasik karya Mama-mama Flores
 
Koleksi brand lokal Du' Anyam (Instagram/@duanyam)


Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) terkenal dengan keindahan alam yang sangat memanjakan mata. Selain itu, dibalik keindahan alam tersebut terdapat pula warisan budaya Indonesia berupa kerajinan anyaman yang sudah turun temurun digeluti oleh para ibu di NTT.

Melihat keindahan warisan budaya anyaman, Du’Anyam, wirausaha sosial asal Jakarta memperkenalkan serta melestarikan budaya anyaman Flores kepada masyarakat luas dengan desain-desain yang modern dan stylish.

Du’Anyam bertujuan ingin mengentaskan kemiskinan di daerah Flores melalui pemberdayaan perempuan di daerah pedesaan di Indonesia yang memiliki keterampilan tenun anyaman tradisional tetapi belum memiliki akses pasar yang memadai.

Du'Anyam mampu menjembatani kesenjangan ini bagi para pengrajin, selain itu juga memberi mereka akses keuangan ke layanan kesehatan dan gizi yang lebih baik.

Du’Anyam bersama lebih dari 500 wanita di pulau Flores memproduksi berbagai produk anyaman untuk fashion, home living dan souvenir. Fashion item yang paling populer adalah pouch anyaman, bucket bag dan dompet anyaman yang etnik dan juga unik.

Baca juga: Julianto sempat tidak "pede" di New York Fashion Week, kenapa?

Baca juga: Julianto pukau New York Fashion Week dengan koleksi Il Fiore


3. Pakaian nyaman berbahan organik
 
Koleksi brand lokal SukkhaCitta (Instagram/@ sukkhacitta)


Tidak banyak yang mengetahui cerita dibalik pakaian yang dikenakan, apalagi mengenal tokoh yang membuat pakaian yang dipilih dan beli di toko maupun online store.

Brand SukkhaCitta menghadirkan ragam pakaian dan aksesoris yang timeless, simple dan tahan lama hasil dari pengrajin desa di daerah Jawa dan Flores. SukkhaCitta memproduksi kain dan pakaian tradisional Indonesia premium dengan mendorong penduduk setempat, serta menggunakan bahan premium dengan desain yang stylish dan timeless.

Mulai dari pakaian atasan, bawahan, outer serta aksesoris semuanya dibuat langsung oleh pengrajin di daerah Jawa dan Flores serta hasil penjualannya pun dapat langsung diterima oleh mereka. Menggunakan bahan organik dan pewarna alami, SukkhaCitta menerapkan zero waste sehingga limbah dari proses produksi pakaian mereka tidak mencemari lingkungan.

Baca juga: Jennifer Lopez kenakan versi gaun hijau ikonisnya di acara Versace

Baca juga: Desainer: Indonesia berpeluang jadi barometer "modest fashion"


4. Kain Tenun Toraja untuk daily wear
 
Koleksi brand lokal Toraja Melo (Instagram/@torajamelo)


Siapa yang tak kenal akan keindahan tenun Toraja? Tenun Toraja yang biasa digunakan pada saat acara-acara besar atau tertentu kini juga bisa menjadi pilihan pakaian sehari-hari.

Brand Toraja Melo menghadirkan tenun Toraja dalam bentuk pakaian sehari-hari. Toraja Melo bertujuan untuk melestarikan kain tenun tradisional dengan menginovasikan pengaplikasian kain ke banyak produk fashion yang berbeda.

Toraja Melo berfokus untuk memberdayakan perempuan dalam kegiatan mereka, terutama untuk juga mengadvokasi hak perempuan. Produk mereka sekarang populer tidak hanya di Toraja tetapi juga di seluruh Indonesia.

Setiap koleksi terinspirasi dari budaya asli Tanah Toraja dan diaplikasikan ke setiap koleksi mereka.

​​​​​​​Toraja Melo pertama kali didirikan dengan misi pengentasan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi di Indonesia dengan mata pencaharian yang berkelanjutan bagi penduduk desa yaitu menciptakan produk tenunan tangan yang berkualitas.

Keempat fashion item tersebut merupakan hasil karya anak bangsa yang memberikan dampak sosial nyata dan juga memajukan industri usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia.

Berawal dari permasalahan sosial yang ada di sekitar mereka, Du’Anyam, Mycotech, SukkhaCitta dan Toraja Melo memulai bisnis untuk memberikan dampak sosial nyata bagi para pengrajin. ​​​​​​​Keempat wirausaha sosial tersebut merupakan wirausaha sosial binaan Bank DBS Indonesia melalui DBS Foundation.

Baca juga: Produk fesyen Bandung dipamerkan di pameran busana terbesar Asia

Baca juga: Gaya Luna Maya saat hadiri peluncuran koleksi Coach 2020

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019