Palu (ANTARA) - Festival Lembah Lore digagas oleh aktivis lingkungan yang berkecimpung di lembaga swadaya masyarakat (LSM), dengan menggandeng lembaga non-pemerintah luar negeri untuk mempromosikan sumber daya alam dan kearifan lokal di Lembah Lore, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah diharapkan berdampak pada pembangunan ketahanan ekonomi desa.

Potensi hutan dan lahan pada sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata yang dimiliki Lembah Lore idealnya menjadi penggerak utama ketahanan ekonomi masyarakat desa. Misalkan, pengelolaan dan pemanfaatan secara berkelanjutan mengenai hasil hutan bukan kayu (HHBK) menjadi suatu kerajinan tangan yang bernilai ekonomis dan dipasarkan ke tingkat nasional dan internasional.

Namun itu belum maksimal, banyak faktor yang mempengaruhi sehingga potensi HHBK, dan potensi lainnya di sektor pariwisata, pertanian dan perkebunan, seakan belum menjadi tulang punggung utama desa-desa di Lembah Lore dalam pembangunan ketahanan ekonomi.

Akibatnya, melahirkan tingkat pengangguran disertai bencana sosial yang secara otomatis berkontribusi langsung terhadap tingkat kemiskinan di Kabupaten Poso.

"Pembangunan desa dapat menciptakan peluang bisnis dan lapangan pekerjaan untuk kaum muda yang tidak hanya berbasis pada tanaman pertanian," kata Subarckha, Ketua Panitia Festival Lembah Lore, sekaligus Direktur Relawan Untuk Orang dan Alam (ROA) Sulawesi Tengah.

Kata Subarckha, dengan berinvestasi dalam pembangunan desa, masyarakat Internasional atau mancanegara dapat memanfaatkan potensi migrasi untuk mendukung pembangunan dan ketahanan.

Selain perlu ada upaya minimum untuk mendukung kegiatan ekonomi berbasis masyarakat di kawasan hutan, pedesaan dan pesisir, dan jalur air. Namun, hingga saat ini belum ada tindakan besar untuk mendukung desa sebagai kelompok kecil membangun ketahanan ekonomi.

Berdasarkan data dari kebijakan Pemerintah Sulawesi Tengah melaporkan bahwa prioritas pembangunan dari tahun 2010 - 2014 adalah kredit yang diberikan kepada sektor usaha kecil dan menengah terutama untuk perdagangan komoditas pertanian dan perikanan sebesar 54,6 persen dan hanya 14,2 persen terintegrasi dengan sektor hulu.

Padahal, ada masyarakat di Sulawesi Tengah seperti di Lembah Lore Kabupaten Poso yang mengembangkan produk kreatif, ramah lingkungan dan berkelanjutan, yang dapat berdampak pada ekonomi lokal serta ketahanan pangan tingkat provinsi dan nasional, namun sangat minim.

"Keberagaman dan keunikan produk masyarakat di desa, dapat menjadi faktor untuk menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri," ujarnya.

Karena itu, LSM di Sulawesi Tengah bersama lembaga swadaya masyarakat luar negeri menyatukan persepsi menggelar Festival Lembah Lore merajut tradisi melestarikan alam, diselenggarakan berdasarkan potensi yang ada.

Lewat festival ini para konsumen dan pemerintah diharap dapat menjadi pioner dalam mempromosikan, membumikan, produk komunitas yang lestari dan berkelanjutan.

"Kegiatan ini menjadi salah satu strategi untuk mendorong munculnya kebijakan yang akan mendukung, memberikan insentif yang lebih besar untuk produk lokal/desa yang berkelanjutan," kata Subarckha.

Terdapat 50 wirausaha komunitas berpartisipasi dalam kegiatan itu sekaligus berkomitmen membentuk jaringan pasar yang lebih luas, diikutkan dengan pengembangan mekanisme pemasaran berkelanjutan untuk produk lokal.

Baca juga: Festival Lembah Lore Poso angkat kearifan lokal jaga kelestarian alam

Hutan dan Pariwisata

Salah satu yang menjadi fokus dalam kegiatan Festival Lembah Lore yakni, hutan, lahan dan pariwisata. Para peserta festival dan tamu undangan, akan diajak menikmati keindahan Lembah Lore yang terdapat bukit padang hijau, dikelilingi gunung dan hutan.

Potensi Lembah Lore di Kabupaten Poso, telah mampu menarik perhatian dunia. Terbukti Lembah Lore masuk dalam cagar biosfer Lore-Lindu dideklarasikan oleh UNESCO Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai anggota jaringan cagar biosfer dunia pada tahun 1977.

Lembah Lore yang terdiri dari beberapa kecamatan diantaranya Lore Utara, Lore Peore, Lore Timur dan Lore Selatan memiliki banyak potensi sumber daya alam berupa lahan dan hutan.

Potensi lainnya ialah, situs bersejarah megalitikum yang telah ada sejak 1.500 - 2.000 tahun sebelum masehi, jauh lebih tua dari Piramida di Mesir, ada di lembah itu. Potensi ini, dapat menjadi magnet penarik wisatawan mancanegara, nusantara dan daerah untuk datang ke daerah tersebut.

"Objek wisata yang ada di Tampo Lore dan Lembah Lore ini skalanya, bukan hanya skala nasional. Tetapi internasional," sebut Bupati Poso, Darmin A Sigilipu.

Hampir di semua kecamatan di Lembah Lore memiliki situs patung megalitikum yang tinggi dan besarnya berbeda-beda, disertai batu di zaman kuno yang telah terukir.

Behoa atau Besoa merupakan salah satu wilayah di Lembah Lore yang dapat di kunjungi wisatawan mancanegara, nusantara dan lokal untuk melihat langsung megalitikum di Pokekea.

Pemkab Poso, akan mengintegrasikan dengan membangun jalur darat untuk menghubungkan lokasi Pokekea di Behoa dengan megalitikum di Lembah Bada. Hal itu agar pengunjung atau wisatawan selain dapat melihat langsug megalitikum yang ada di Pokekea, juga dapat berkunjung ke Bada tanpa harus kembali ke Wuasa di Lore Utara.

"Kami telah memohon kepada pemerintah pusat lewat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait dengan rencana pembukaan dan pembangunan jalan dari Bada menuju Pokeke di Besoa. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyetujui pembangunan jalan sepanjang 33 kilo meter. Nah, ini akan menjadi dasar kami untuk memohon bantuan dari Kementerian Pekerjaan Umum," sebut Bupati Poso.

Tari-tarian dan alat musik tradisional, serta makanan khas daerah dan pakaian adat, khasanah budaya dan adat istiadat, menjadi potensi yang tak kalah menarik untuk disaksikan, selain patung megalitikum.

Di Dataran Lore tersebar ribuan situs perbubakala yang selama ini menjadi daya tarik bagi para wisatawan dari belahan dunia datang baik sebagai turis maupun mahasiswa dan para peneliti.

Karena itu, Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BTNLL) mendukung kegiatan kegiatan Festival Lembah Lore. BTNLL menyatakan Festival Lembah Lore penting dan bisa menjadi agenda tahunan bagi kegiatan-kegiatan kepariwisataan di Kabupaten Poso.

Apalagi, jarak dari Palu sampai ke Dataran Lore hanya sekitar 100-an km dengan akses jalan yang memadai ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat selama tiga jam.

Dari Kota Palu, kata Kepala BTNLL Jusman, para wisatawan bisa mampir di objek wisata Danau Tambing yang terletak di jalur Trans Sulawesi Palu-Palolo-Napu.

Lokasi objek wisata Danau Tambing sendiri berada di atas ketinggian sekitar 1.700 meter dari permukaan laut dengan udara yang sejuk dan para pengunjung dapat dimanjakan dengan alam yang indah dan juga berbagai obyek menarik terutama melihat "surga" ratusan jenis burung yang hidup dan berkembang biak di hutan sekitarnya.

Baca juga: Festival Lembah Lore akan perkenalkan 1.000 megalith

Peran Pemkab Poso

Pemerintah Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, akan memasukkan Festival Lembah Lore ke dalam kalender kegiatan pariwisata, untuk mempromosikan potensi wisata yang ada di daerah itu.

"Festival Lembah Lore, kalau bisa dimasukkan dalam kalender event pariwisata Kabupaten Poso," ucap Bupati Poso, Darmin A Sigilipu, disela-sela makan bersama "Modulu-dulu" dalam kegiatan Festival Lembah Lore, di Desa Wanga, Kecamatan Lore Peore, Jumat.

Bupati Darmin A Sigilipu hadir dan mendukung penuh kegiatan Festival Lembah Lore yang diinisiasi oleh para aktivis lingkungan dan LSM di Sulteng.

Bupati mengatakan Festival Lembah Lore harus dilaksanakan setiap tahun, secara berkesinambungan.

Karena itu, dengan masukkan Festival Lembah Lore kedalam kalender kegiatan pariwisata Kabupaten Poso, maka secara langsung akan dibiayai lewat APBD serta diselenggarakan setiap tahun.

Namun, agar dapat mencakup seluruh wilayah di Poso, maka nama kegiatan tersebut perlu mengalami perubahan dari Festival Lembah Lore menjadi Festival Tampo Lore.

"Kalau Festival Lembah Lore maka itu hanya bisa dilaksanakan di Napu. Tetapi bila menjadi Festival Tampo Lore, maka bisa juga dilaksanakan di Bada," sebut Bupati.

Bupati menyebut di Bada juga terdapat satu patung megalitikum yang bernama Palindo dengan tinggi empat meter.

"Pemkab mendukung kegiatan ini. Ketika panitia menemui saya beberapa waktu lalu, kita langsung rapatkan dengan panitia yang telah terbentuk dari LSM. Saat itu saya langsung perintahkan pak camat dukung kegiatan ini," katanya.

Atas perintah Bupati Poso, Camat Lore Piore langsung memerintahkan jajarannya mulai dari kepala desa beserta seluruh perangkat desa agar berpartisipasi dalam kegiatan tersebut yang saat pembukaan diikuti 1.000 lebih masyarakat dan pemerintah.

"Ini juga didukung oleh tokoh adat Lore," ujarnya.

Pemkan Poso telah memiliki beberapa kegiatan daerah yang terdaftar dalam kalender event pariwisata yaitu Festival Danau Poso, Festival Air Terjun Saloupa, Festival Pangan Cerdas.

"Nah kita akan buat seperti Festival Lembah Lore, yang penting diubah sedikit menjadi Festival Tampo Lore," katanya.
Seorang warga suku Lore melintas di depan banner usai pembukaan Festival Lembah Lore di Desa Wanga, Lore Piore, Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (20/9/2019). (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)
 
Bupati Poso Darmin Sigilipu (kiri) memerhatikan kopi arabika produksi warga setempat usai membuka Festival Lembah Lore di Desa Wanga, Lore Piore, Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (20/9/2019). (ANTARA FOTO/Basri Marzuki)

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019