Jakarta (ANTARA) - Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mendorong pemerintah untuk menyediakan tempat penyaluran aspirasi khusus anak yang dilindungi undang-undang agar penyampaian pendapat oleh anak tidak berakhir anarkis.

"Ada ruang tersendiri bagi anak untuk menyampaikan gagasan dan pendapatnya dengan jaminan keamanan dan bebas eksploitasi. Bukan dengan cara memobilisasi anak turun ke jalan dan memprovokasi untuk bertindak anarkis di luar kapasitas kemampuan berpikir anak," kata Ketua Umum LPAI Seto Mulyadi di Polres Metro Jakarta Utara, Rabu.

Pria yang akrab dipanggil Kak Seto itu mengatakan  pihaknya mendukung kanal atau saluran penyampaian aspirasi khusus dengan dukungan dari tokoh agama, tokoh sosial maupun masyarakat.

Hal ini untuk menghindari anak-anak tidak terlibat anarkisme dalam penyampaian pendapat dan dapat dilindungi UU Nomor 35/2014 pasal 24 tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:

"Negara, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak,"

Baca juga: Sejumlah fasilitas publik rusak akibat demo rusuh 30 September
Baca juga: DKI akan cabut hak KJP pelajar ikut demo yang terbukti kriminal


Kak Seto mengatakan, LPAI mengecam oknum yang menggunakan anak- anak sebagai alat kepentingan politis untuk mengikuti demo yang berakhir anarkis pada 25 September lalu.

LPAI melakukan pendampingan kepada pelajar- pelajar yang berstatus di bawah umur dan diamankan oleh Polres Metro Jakarta Utara. Pendampingan dilakukan sebelum LPAI mengantarkan anak- anak tersebut dikembalikan kepada keluarganya masing-masing.

Sebelumnya, Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara mengamankan pelajar yang mengikuti demo yang berakhir ricuh di DPR RI.

Setelah didalami, Polres Metro Jakarta Utara menemukan bahwa anak-anak tersebut berasal dari daerah lain seperti Cikampek, Cirebon dan Sumedang.

Mereka ditemukan tertidur di pinggir trotoar dekat Stasiun Tanjung Priok usai mengikuti aksi yang berakhir ricuh.

Pewarta: Livia Kristianti dan Laily Rahmawaty
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019