Nantinya, perlu izin prinsip secara tertulis, kemudian perlu menyetor modal minimum 50 persen
Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia mensyaratkan lembaga yang ingin menjadi sentralisasi kliring dan penjaminan untuk transaksi derivatif (central counterparty/CCP) suku bunga dan nilai tukar memiliki modal minimum Rp400 miliar.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 21/11/PBI/2019 tentang Penyelenggaraan Central Counterparty Transaksi Derivatif Suku Bunga dan Nilai Tukar Over The Counter yang berlaku efektif mulai 1 Juni 2020.

Direktur Eksekutif Kepala Pendalaman Pasar Keuangan BI Agusman di Jakarta, Rabu, mengatakan sebanyak 50 persen atau Rp200 miliar merupakan modal disetor saat pengajuan izin prinsip ke BI.

"Nantinya, perlu izin prinsip secara tertulis, kemudian perlu menyetor modal minimum 50 persen dari total," kata Agusman.

Bank Sentral mengatur untuk mendapatkan izin usaha, CCP harus berbadan hukum perseroan terbatas.

Investor asing juga dibatasi maksimal 49 persen memiliki saham di CCP. Sebelum diberikan restu, pimpinan calon lembaga CCP akan diuji kelayakan dan kepatutan oleh Bank Sentral.

"Kita memiliki timeline, sekitar 2,5 tahun akan terbentuk sejak Juni 2020. Jadi, kira-kira 2023, CCP akan terbentuk," ujar Agusman.

Baca juga: Lembaga kliring untuk transaksi derivatif Indonesia beroperasi di 2023

Dalam waktu 2,5 tahun ini, izin pemberian prinsip akan dikaji BI selama tiga bulan. Sementara itu, integrasi dari izin prinsip ke izin usaha diperkirakan akan berlangsung selama dua tahun. Pasalnya, BI harus memastikan kesiapan modal, sumber daya manusia, dan infrastruktur

“Idealnya, CCP kita harus terkualifikasi, setelah 2,5 tahun itu. Kalau dapat di internasional, CCP kita bisa bergabung dalam perdagangan,” ujarnya.

Terkait dengan risiko, Agusman menjamin BI akan merumuskan dengan rinci aspek manajemen risiko secara konsisten. Utamanya untuk mengukur jenis risiko seperti; risiko kredit, likuiditas, default dan waterfall.

Agusman mengakui CCP yang akan dibentuk di Indonesia akan banyak mengadopsi CCP yang telah berlaku di India. Oleh sebab itu, sebagai lembaga yang baru di Indonesia nantinya, BI mengaku akan membutuhkan waktu yang ekstra agar semua variabel yang dipertimbangkan bisa diselesaikan.

CCP merupakan lembaga sentralisasi kliring di transaksi derivatif yang menjadi rekomendasi pimpinan negara-negara G-20 untuk mencegah kembali terjadinya krisis keuangan seperti yang terjadi pada 2008.

Maraknya transaksi derivatif di luar bursa atau over the counter yang tanpa penjamin maupun lembaga setelemen menimbulkan risiko luar biasa pada saat itu berpotensi menimbulkan kegagalan bayar dan efek rambatan terhadap stabilitas sistem keuangan global.

Maka dari itu, negara-negara di dunia mengadopsi ketentuan pembentukan CCP secara bertahap. CCP bisa dilakukan untuk komoditas, nilai tukar, dan juga suku bunga.

Peran sentral CCP adalah novasi atau pembaruan kontrak antara pembeli dan penjual yang bertransaksi dengan melibatkan peran CCP. Jadi, akan ada kontrak baru antara CCP dengan pembeli dan juga CCP dengan penjual.

Kemudian, CCP akan menyelesaikan kliring transaksi untuk mengalkulasi kewajiban atau tanggungan para pelaku pasar. Dengan peran itu, CCP ini akan mengurangi risiko transaksi derivatif yang ditanggung para pelaku pasar.

Baca juga: BI sebut uang beredar tumbuh melambat pada Agustus 2019
Baca juga: BI perkirakan modal asing masuk semakin deras


Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019