Jakarta (ANTARA) - Pelaku di bidang jasa konstruksi meminta agar Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat meninjau kembali peraturan mengenai jasa konstruksi asing yang dinilai tidak sesuai dengan semangat pemerintah menarik investasi asing.
 
Direktur Eksekutif Gabungan Pelaksana Konstruksi Seluruh Indonesia (Gapensi) Setu Albertus menilai Permen PU Nomor 9/PRT/M/2019 tentang tentang Pedoman Pelayanan Perizinan Badan Usaha Jasa Konstruksi Asing bertabrakan dengan kebijakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Permen ini membuat lebih dari 120 badan usaha asing (penanaman modal asing/PMA) tidak lagi dapat memperpanjang izin usahanya.

"Hal ini karena PMA tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan, khususnya persyaratan kerjasama modal dan investasi," kata Setu di Jakarta, Rabu.

Setu yang akrab dipanggil Berto ini menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian PUPR sebagai pembina jasa konstruksi tidak memiliki arah pemikiran yang jelas dan terintegrasi terhadap investasi asing di sektor jasa konstruksi.

"Terbitnya Permen PUPR ini juga memberikan gambaran yang jelas tentang lemahnya koordinasi antar instansi, yaitu antara Kementerian PUPR dan BKPM dalam pembuatan regulasi perizinan usaha di sektor jasa konstruksi," ujar Berto.

Baca juga: Gapensi ingatkan pengusaha kecil harus dilibatkan dalam tender
Baca juga: Jusuf Kalla minta kontraktor jangan ikut korupsi


Menurut Berto, terbitnya Permen PUPR ini juga mengabaikan upaya yang telah dilakukan dengan susah payah oleh Presiden Joko Widodo dalam mencari dan menarik investasi asing untuk membantu percepatan pembangunan, khususnya di sektor jasa konstruksi.

Peraturan itu sekaligus mematikan badan usaha atau perusahaan jasa konstruksi nasional yang telah menjalin kerja sama dengan badan usaha asing dalam bentuk kerja sama modal atau kerjasama investasi yang sudah berjalan selama ini.

Dengan matinya badan usaha jasa konstruksi nasional yang telah melakukan kerjasama modal atau kerja sama investasi dengan badan usaha asing melalui badan usaha PMA, maka secara otomatis akan mengakibatkan sumber penerimaan negara dari pajak PMA di sektor jasa konstruksi akan hilang.

Pekerja-pekerja yang selama ini terlibat dan bekerja pada badan usaha PMA akan kehilangan pekerjaan, baik pekerja di bidang administrasi maupun pekerja-pekerja teknis serta pekerja di sektor industri pendukung jasa konstruksi yang selama ini telah bermitra dengan badan usaha-badan usaha PMA dimaksud.

Selain itu, kata Berto  secara teknis yuridis, Permen PUPR ini juga menabrak ketentuan Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 1 ayat 8 serta Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2016 Pasal 1 ayat 2 yang selama ini menjadi dasar bagi badan usaha PMA mendapatkan izin usaha jasa konstruksi dan selanjutnya menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia.

Disamping itu ketentuan ini juga bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang jasa konstruksi yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan/menimbang untuk diterbitkan Permen PUPR ini, yaitu Pasal 35.

Permen PUPR ini juga bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019