Jakarta (ANTARA) - Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang menjaga ketertiban, keamanan dan penegakan hukum diseluruh wilayah negara. Profesi ini identik dengan sikap yang tegas serta terkesan kaku, karena mayoritas tugas dan fungsinya bersinggungan dengan hukum serta keamanan.

Namun polisi juga manusia, sama seperti masyarakat lainnya yang juga hidup berdampingan sebagai makhluk sosial dan memiliki rasa empati.

Adalah Brigadir Polisi Kepala Tri Wijaya, seorang bintara tingkat empat yang bertugas di Polres Salatiga, Jawa Tengah, yang tidak hanya menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, namun juga menjalankan tugasnya sebagai pelayan masyarakat.

Tri adalah salah satu penggagas program swadaya masyarakat Lentera Kasih untuk Sesama (Lensa) yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

Melalui Lensa, Tri bersama dengan teman-temannya berinisiatif memberikan donasi, pelayanan, dan merawat masyarakat kurang mampu.

Sumber dana untuk program yang dilaksanakan secara mandiri oleh Tri dan teman-temannya sejak 2017 itu, berasal dari dana pribadi pengurus serta anggota Lensa. Namun Tri mengatakan Lensa juga menerima sejumlah aliran dana dari beberapa donatur.

Meskipun tidak banyak, Tri mengatakan dana yang terkumpul cukup digunakan untuk membantu 197 orang penerima bantuan Lensa.

"Sudah ada ratusan yang kami bantu, namun tersebar di berbagai wilayah seperti di Salatiga, Semarang, Gunung Pati, Boyolali, dan Banyumanik," kata Tri.

Salah satu penerima bantuan Lensa adalah Mbah Surip. Nenek berusia 80 tahun itu mengalami kebutaan sejak kecil dan hidup sebatang kara. Mbah Surip tinggal di rumah semi permanen di atas tanah yang dia sewa seharga Rp200 ribu per tahun.

Ia melalui Lensa membantu merawat Mbah Surip dengan menyediakan panganan, menyiapkan air, hingga membantu membayarkan sewa tanah.

Untuk kebutuhan pangan, Lensa membantu Mbah Surip karena nenek renta tersebut pernah tidak sengaja membakar jemarinya ketika sedang memasak.

Sedangkan di lokasi tempat tinggal Mbah Surip tidak tersedia saluran air. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan kebersihan tubuh, cuci, dan minum, Mbah Surip harus mencari air di tempat lain.

"Dibantu membayar sewa tanah, karena Mbah Surip hidup di bawah garis kemiskinan, beliau tidak bisa melakukan apapun karena tidak bisa melihat dan sudah sangat renta," kata Tri.

Polri dukung
Polri menyatakan mendukung dan memberikan apresiasi program swadaya Lensa yang dilakukan oleh anggotanya sebagaimana dikatakan oleh Kapolres Kota Salatiga, AKBP Gatot Hendro Hartono.

Gatot bercerita bahwa program Lensa merupakan salah satu wujud keinginan dan pengabdian Bripka Tri untuk masyarakat, panggilan dari dirinya sendiri untuk berbuat sesuatu kepada sesama.

Gatot mengatakan pihaknya optimis bahwa program Lensa dapat diterima oleh masyarakat secara positif dan mampu memberikan dampak yang baik.

Tidak hanya Tri, Gatot mengatakan salah satu anggotanya yang lain yaitu Aipda Bakti Nurcahyono, juga menggagas taman baca dan Taman Pendidikan Al Quran yang dinamai Taman Pendidkan Al Quran dan Rumah Baca Prabu Kresna.
​​​​​​​
Anak-anak usia sekolah sedang belajar di Taman Pendidikan Al Quran dan Rumah Baca Prabu Kresna, yang didirikan oleh Aipda Bakti Nurcahyono. (ANTARA / Maria Rosari)
​​​​​​​

Bakti mendirikan rumah baca tersebut di lingkungan rumahnya di Suruh, Semarang. "Mendirikan rumah baca dan tempat pendidikan Al Quran ini adalah pilihan Bakti untuk mengabdi kepada masyarakat, dan tentu akan terus kami dukung dan beri apresiasi," kata Gatot.

Upaya Bakti secara swadaya dalam mendirikan rumah baca dan taman pendidikan Al Quran dikatakan oleh Gatot sebagai salah satu bentuk keberhasilan kinerja Polri tidak hanya dalam bidang hukum dan keamanan, namun juga dalam bidang pendidikan.

Prabu Kresna
Bakti mendirikan Taman Pendidikan Al Quran dan Rumah Baca Prabu Kresna pada Mei 2012. Berawal dari rasa prihatin terhadap lingkungan di sekitar rumahnya, di mana banyak anak kecil di lingkungan tempat tinggalnya yang kurang memiliki minat baca.

Bakti mengungkapkan bahwa dirinya merasa sedih melihat anak-anak pada saat ini lebih suka bermain dengan gawai, dibandingkan bermain bersama teman-temannya di alam bebas apalagi membaca buku.

"Maka saya berpikir untuk mendirikan rumah baca ini, saya ajak anak-anak sekitar tempat saya tinggal untuk gemar membaca sekaligus belajar Al Quran," kata Bakti.

Selain berfungsi untuk meningkatkan minat baca anak-anak, rumah baca dan taman pendidikan Al Quran ini dikatakan Bakti juga berfungsi untuk membimbing anak-anak remaja supaya tidak melakukan perilaku yang menyimpang.

Menurut Bakti, perilaku menyimpan banyak dialami oleh remaja-remaja pada saat ini. Yang dia maksud dengan perilaku menyimpang adalah terjerat pada pergaulan bebas, konsumsi minuman keras, hingga penggunaan narkoba.

"Kehidupan saat ini sangat keras, kalau mental anak-anak kita tidak diperkuat dengan ilmu pengetahuan dan agama, maka bisa terjerumus ke dalam perilaku-perilaku menyimpang itu," kata Bakti.

Bersama dengan istrinya Bakti sudah mendidik 70 anak-anak usia sekolah di Prabu Kresna.

Bila awalnya Prabu Kresna diadakan di teras rumah Bakti, kini kegiatan Prabu Kresna sudah dapat dilakukan di sebuah aula kecil yang dibangun oleh Bakti dengan menyisihkan sedikit demi sedikit pundi-pundi penghasilan yang dia terima.

"Alhamdulillah sudah bisa membuat bangunan sendiri, dan sudah ada empat guru sukarela," kata Bakti.

Polisi memang seharusnya tidak hanya identik dengan pengamanan dan hukum. Namun ada banyak hal dapat dilakukan polisi dalam melakukan pengabdian kepada bangsa dan negara, salah duanya adalah seperti apa yang dilakukan Tri dan Bakti.

Pewarta: Maria Putri
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019