Kita harus ambil momentum kebutuhan domestik yang besar, apalagi kalau nanti sudah dibangun smelter,
Jakarta (ANTARA) - Anggota DPR RI  Maman Abdurrahman, menilai percepatan moratorium atau larangan ekspor bijih nikel merupakan respons dari kebutuhan pasar domestik yang cukup besar.

Moratorium ekspor nikel awalnya diberlakukan pada 2022, namun pemerintah mempercepat pemberhentian itu mulai tahun depan. Percepatan moratorium ekspor nikel memang sempat diprotes para pelaku usaha nikel.

Maman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis, menuturkan bahwa percepatan moratorium ini merupakan respons dari tingginya pasar domestik serta upaya memfokuskan minerba pada hilirisasi.

“Kita harus ambil momentum kebutuhan domestik yang besar, apalagi kalau nanti sudah dibangun smelter," katanya.

Baca juga: Luhut: larangan ekspor bijih nikel dipercepat untuk tarik investasi

Baca juga: Setelah nikel, pemerintah kaji percepatan larangan ekspor mineral lain


Saat ini, tambahnya, fokus di sektor hilir sangat dibutuhkan, harapannya nikel mampu diolah dan diberikan nilai tambah sehingga jadi sangat tinggi ketika didistribusikan.

Meski demikian, dia meminta pemerintah dan pelaku usaha untuk tetap komitmen menjalankan apa yang sudah ditetapkan. Apakah kebijakan yang dilakukan bisa betul-betul memberikan manfaat buat Indonesia.

Menurut dia, pemerintah harus melihat kepastian hukumnya agar pelaku usaha yang baru dapat kuota ekspor tidak marah.

Tapi pelaku usaha juga harus komitmen, yang sudah dapat kuota ekspor benar-benar dijalankan dan dibangun smelter atau tidak, lanjutnya, seringkali pelaku usaha juga bandel.

“Mari semuanya mulai sekarang taat asas, taat aturan, karena pada era pemerintahan baru ini kita punya angin segar, mengambil momentum kebutuhan domestik besar," ujar Maman yang berasal dari dapil Kalimantan Barat itu.

Baca juga: Luhut: China-Korea ingin bangun pabrik karena larangan ekspor nikel

Baca juga: Pemerintah hentikan ekspor nikel per 2020

 

Pewarta: Subagyo
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019