Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menegaskan bahwa setiap perusahaan pemegang izin di areal hutan harus memiliki brigade pengendalian kebakaran hutan dan lahan (brigdalkarhutla).

"Keharusan ini untuk mencegah terjadinya karhutla serta sekaligus menegakkan peraturan perundangan," kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK RI Ruandha Agung Sugardiman saat konferensi pers terkait karhutla di Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan aturan tersebut sudah jelas tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) KLHK bahwa setiap perusahaan pemegang izin konsesi di areal hutan harus memiliki syarat-syarat tertentu.

Baca juga: PDPI imbau korban asap hindari risiko pajanan cegah masalah lanjutan

Baca juga: Palangka Raya lakukan pemulihan pasca-tanggap darurat karhutla


Syarat tersebut di antaranya ialah perusahaan wajib memiliki brigdalkarhutla. Hal ini berarti setiap korporasi harus punya tenaga, unit serta sarana prasarana dalam pengendalian dan penanganan karhutla.

"Perusahaan juga harus punya sistem monitoring sendiri serta menara atau pemantau api," kata dia.

Sebab, hal tersebut sudah jelas dalam peraturan yang ada, maka pihaknya akan terus memantau perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum patuh.

Menurutnya, jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak memiliki sarana prasarana yang ditentukan, maka bisa berimbas pada pengulangan kasus karhutla di masa mendatang.

"Kalau tidak punya sarana itu, perusahaan baru tahu adanya areal yang terbakar jika sudah ada asap," kata dia.

Padahal, jika seluruh perusahaan patuh dengan memiliki pemantau api, maka sekecil apapun api akan terlihat sehingga dapat langsung mengerahkan petugas untuk mengatasi atau menindaklanjutinya.

Kepatuhan tersebut tentunya juga berdampak baik pada pengeluaran anggaran jika terjadi karhutla. Sebab, dalam penanganan kebakaran hutan dilakukan penyewaan helikopter dan alat lainnya untuk memadamkan api dalam jumlah besar.

Sementara itu, Plt Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan kementerian itu telah menghabiskan biaya hingga Rp105 miliar untuk penanganan karhutla 2019.

"Awalnya anggaran itu Rp65 miliar, namun ada penambahan sebesar Rp40 miliar," kata dia.

Anggaran tersebut di antaranya digunakan untuk pengadaan alat, gaji, honor petugas di lapangan hingga biaya operasional helikopter selama pemadam api di sejumlah daerah. Untuk biaya sewa helikopter setiap jamnya menghabiskan dana sekitar Rp100 juta hingga Rp200 juta.

"Sehari kita menyewa hingga delapan jam operasionalnya. Bisa dibayangkan betapa besar anggaran yang dibutuhkan yakni mencapai Rp1 miliar per hari," kata dia.

Baca juga: Polri tetapkan 325 tersangka individu terkait karhutla
 

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019