Surabaya (ANTARA News) - Taman Budaya Jawa Timur (TBJT) melakukan pengkajian terhadap kehidupan seni tayub yang hingga kini masih tetap marak, terutama saat ada hajatan pernikahan atau khitanan di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur (Jatim). "Tim TBJT akan datang ke Tuban 28 hingga 29 Juli 2008, untuk melakukan pengkajian langsung ke lokasi," kata Kepala Seksi (Kasi) Dokumentasi dan Informasi TBJT, Drs Karsono MPd, di Surabaya, Jumat. Ia mengatakan, tim itu akan melakukan pengamatan langsung ke lokasi yang menjadi ajang pertunjukan tayub, serta mewawancarai sejumlah tokoh yang berada di balik tetap maraknya seni tersebut. Tim TBJT akan menggali informasi bagaimana masyarakat, tokoh dan pemerintah daerah setempat mengembangkan seni tersebut, hingga tetap digemari oleh masyarakat secara luas di tengah banyaknya hiburan seni pop modern. "Namun demikian, tentu saja pengembangan seni Tayub ini pasti ada kendalanya. Karena itu, kami juga akan menggali apa kendalanya. Kalau strateginya apa untuk mengembangkan seni itu, kami harapkan bisa ditularkan atau ditiru oleh daerah lain," katanya. Karsono menjelaskan, meskipun dilakukan secara bertahap, karena menyangkut keterbatasan anggaran, namun TBJT akan terus melakukan upaya untuk melestarikan semua kesenian tradisi di Jatim yang dikenal kaya akan ragamnya itu. TBJT, antara lain telah mendokumentasikan sejumlah kesenian tradisi yang sifatnya ritual dan dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Kesenian tradisi itu biasanya hanya bisa dimainkan oleh tokoh tertentu dan pada waktu tertentu. "Karena sifatnya ritual, banyak kesenian tradisi yang sulit dikembangkan. Umumnya seni itu hanya dimainkan pada even-even tertentu, misalnya, untuk selamatan dan lainnya," katanya. Di antara kesenian tradisi yang telah didokumentasikan oleh TBJT adalah, Wayang Beber dari Pacitan, Wayang Mbah Gandrung dari Kediri dan seni Kebo-keboan dari Banyuwangi. "Wayang Mbah Gandrung itu malah sangat unik. Wayang itu kalau dimainkan, alat-alatnya tidak boleh dibawa dengan kendaraan, tapi harus dipikul dengan berjalan kaki, meskipun jaraknya puluhan kilometer," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008