Depok, (ANTARA News) - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Ari Soemarno membantah tudingan adanya mafia dalam perdagangan minyak di Pertamina yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu. "Saya jelas membantah adanya mafia dalam perdagangan minyak di Pertamina," katanya setelah menjadi pembicara dalam acara seminar dengan tema Mafia Minyak, antara Mitos dan Realita, di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), di Depok, Senin. Hadir sebagai pembicara dalam seminar tersebut mantan Menko Ekuin, Kwik Kian Gie dan Dekan FEUI, Bambang Brojonegoro dengan moderator Ketua Program Magister Manajemen FEUI, Rhenald Kasali. Ari Soemarno mempertanyakan keterlibatan mafia minyak tersebut apakah dalam kegiatan ekspor dan impor atau merupakan aksi pencurian minyak. Ia menegaskan, kegiatan ekspor impor yang dilakukan Pertamina dilakukan secara transparan oleh tim independen dan bisa dinilai ukuran-ukurannya. "Apakah cost kita lebih tinggi atau rendah dari perusahaan lain," katanya. Ia meminta kepada berbagai pihak agar tidak memublikasikan adanya mafia minyak di Pertamina dalam menjalankan usahanya, hanya berdasarkan sinyalemen dan indikasi-indikasi saja. "Jangan karena ada sinyalemen atau indikasi, langsung dipublikasikan bahwa di Pertamina ada mafia minyak, itu tidak benar," jelasnya. Ia juga mengklarifikasi informasi yang menyebutkan bahwa jika harga BBM naik maka Pertamina mengalami keuntungan yang sangat besar. "Seolah-olah jika BBM naik maka keuntungan Pertamina akan naik. Padahal tidak ada bedanya, mau naik atau turun," jelasnya. Dikatakannya, sebagai BUMN yang menangani komoditas strategis dan menguasai hajat hidup hampir semua orang jelas perhatian masyarakat sangat besar. Menurut dia, intervensi manajemen harus dihindarkan untuk tetap murni menempuh jalan demi kepentingan perusahaan. "Direksi hanya memenuhi kepentingan perusahaan bukan kepentingan lain-lain," tegsanya. Kinerja Pertamina bisa dilihat dari apakah perusahaan sudah mencapai keuntungan yang telah ditetapkan dan efisiensi sudah dilaksanakan. "Bandingkan dengan perusahaan lain misalnya Shell dan Petronas apakah Pertamina lebih efisien atau tidak," ujarnya. Sementara itu, mantan Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan mafia di Pertamina memang harus dibuktikan sehingga tidak menimbulkan fitnah. Tetapi, lanjut dia, indikasi potensi korupsi di Pertamina sangat jelas dengan tidak adanya transparansi terkait data minyak dan pengelolaan keuangan. "Dulu sewaktu saya menjadi Menko Ekuin dan Kepala Bappenas tidak boleh melihat pembukuan Pertamina, hanya karena alasan sudah kebijakan yang dulu. Yang boleh tahu hanya Presiden, Menkeu," katanya. Dekan FEUI, Bambang Brodjonegoro mengatakan transparansi menjadi mahal jika menyangkut permasalahan minyak. "Masalah ada atau tidak adanya mafia minyak merupakan masalah hukum, yang harus diperbaiki saat ini adalah tranparansi keuangan Pertamina," ujarnya. (*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2008