Indonesia fokus untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan yakni geotermal, biomassa, dan energi hidro
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mendorong komitmen pemanfaatan energi bersih dan terbarukan yang selama ini belum optimal untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan (SDGs).

"Indonesia memiliki sumber energi baru dan terbarukan yang sangat melimpah, sebesar 419,3 GW, namun kapasitas yang digunakan tercatat hanya 10,2 GW atau 2,5 persen dari total potensi yang dimiliki," ujar Bambang dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Senin.

Hal tersebut diungkapkan Bambang saat menyampaikan strategi energi Indonesia dalam acara The 10th International Forum on Energy for Sustainable Development di United Nations Conference Center, Bangkok, Thailand.

Baca juga: Wapres dukung energi bersih, murah dan mudah

Bambang mengatakan saat ini porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi tidak lebih dari 10 persen, atau melambat karena lebih rendah dari target 15 persen pada 2019, salah satunya akibat pilihan energi yang akan diutamakan bagi masa depan.

Padahal, Indonesia telah mempunyai tujuh indikator Energi Bersih dan Terjangkau dalam kerangka SDGs yaitu rasio elektrifikasi, konsumsi listrik per kapita, jaringan gas perkotaan, bauran energi baru dan terbarukan, serta intensitas energi primer.

"Untuk itu, Indonesia fokus untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan yakni geotermal, biomassa, dan energi hidro," kata Bambang dalam acara yang diinisiasi UN Economic and Social Commission of Asia and Pacific ini.

Ia menambahkan energi baru dan terbarukan menjadi fokus utama pemerintah karena Indonesia dalam mengejar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus ikut mempertimbangkan faktor penting lainnya seperti isu lingkungan.

Saat ini, analisis terbaru menunjukkan bahwa performa ekonomi negara dengan skenario seperti biasa (business as usual), tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan, akan menimbulkan kemunduran ekonomi dalam jangka panjang.

Hal ini, menurut Bambang, membuat pemerintah meluncurkan inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Indonesia, sebagai salah satu kerangka kerja untuk Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

PRK bertujuan untuk mendorong penurunan intensitas dan kuantitas gas rumah kaca sekaligus memastikan pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan kualitas lingkungan.

Kebijakan utama PRK sebagai strategi untuk mewujudkan visi pembangunan rendah karbon, antara lain transisi menuju energi terbarukan dan efisiensi energi serta perlindungan hutan, moratorium gambut dan meningkatkan reforestasi.

Selain itu, kebijakan lainnya adalah penanganan sampah dan pengelolaan industri, meningkatkan produktivitas lahan pertanian serta perbaikan kelembagaan dan tata kelola.

"Pengembangan energi baru dan terbarukan adalah salah satu kunci sukses implementasi PRK di Indonesia. Dalam Paris Agreement, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi 29 persen emisi gas rumah kaca di 2030," jelas Bambang.

Ia menambahkan Indonesia juga berkomitmen untuk melaksanakan transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi baru dan terbarukan sebagai strategi kunci dari pengembangan energi tanah air dan upaya mengurangi 314 juta ton CO2 di sektor energi.

Selain PRK, persoalan efisiensi energi, regulasi ramah lingkungan, peran institusi pendukung dan sumber pembiayaan alternatif turut dibahas dalam forum sebagai solusi permasalahan energi dan lingkungan di masa depan.

Dalam kesempatan ini, Indonesia juga turut menyambut baik diluncurkannya Asia Pacific Network of Energy Think Tanks (APNETT) yang bertujuan sebagai wadah untuk saling berbagi persoalan tata kelola dan praktik dalam sektor energi.

Baca juga: Melawat ke Amerika Serikat, Jonan ungkap strategi transisi energi
Baca juga: PLN Papua tingkatkan pelayanan melalui energi baru terbarukan

Pewarta: Satyagraha
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019