Khawatir meningkat menjadi ketegangan politik, karena AS menuduh China melakukan pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur
Jakarta (ANTARA) - Kurs rupiah terhadap dolar AS sejak pembukaan pasar pada Rabu pagi, hingga siang ini terus menunjukkan pelemahan yang diduga kuat karena "kehati-hatian" investor setelah memanasnya friksi perdagangan antara AS dan China menjelang pertemuan kedua negara pada 10-11 Oktober 2019.

Di pasar spot Rabu pagi, rupiah ditransaksikan pada level Rp 14.170 per dolar AS atau turun sembilan poin dibanding penutupan kemarin sore di Rp 14.161 per dolar AS. Hingga siang pukul 11.30 WIB, rupiah kian melemah hingga diperdagangkan di level Rp14.177 per dolar AS.

Baca juga: Rupiah menguat tipis pascaintervensi Bank Indonesia

Kepala Riset Monex Investindo Future Ariston Tjendra saat dihubungi di Jakarta, Rabu, mengatakan pelaku pasar mengkhawatirkan munculnya friksi-friksi baru antara AS dan China yang memperluas sengketa dagang kedua negara raksasa itu. Hal itu berpotensi terjadi setelah AS menuduh China melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap muslim Uighur, yang dibantah oleh China.

Dengan alibi pelanggaran HAM itu, Washington menambah daftar hitam terhadap beberapa perusahaan teknologi dari China. Dengan begitu, entitas perusahaaan China tersebut tidak bisa berbisnis dengan perusahaan AS.

Dinamika tersebut dikhawatirkan meningkatkan resistensi China untuk bernegoisasi menyelesaikan konflik dagang yang sudah terjadi selama 15 bulan terakhir dan telah mengubah pandangan terhadap perekonomian global.

"Pelaku pasar kembali bersikap hati-hati di tengah kembali memanasnya ketegangan AS - China, yang sudah mengalami perang dagang selama 15 bulan terakhir. Khawatir meningkat menjadi ketegangan politik, karena AS menuduh China melakukan pelanggaran HAM terhadap muslim Uighur," ujar dia.

Senada dengan spot, di kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/ (Jisdor), rupiah dipatok di Rp14.182 per dolar AS atau melemah 0,08 persen dibandingkan posisi Selasa (8/10). Pelemahan ini membuat rupiah terus terdepresiasi selama empat hari beruntun di kurs tengah BI sejak Jumat (4/10).

Namun, menurut Ariston, rupiah tidak akan melemah terlalu dalam. Pasalnya, investor juga memperhatikan potensi kembali diturunkannya suku bunga acuan Bank Sentral AS The Fed, sehingga mata uang "greenback" itu belum akan menjadi primadona di tengah ketidakpastian hubugan perdagangan global ini.

"Apresiasi dolar AS cukup terbatas, karena ada potensi pemangkasan suku bunga Fed. Ekspektasi pemangkasan suku bunga tentu akan mendorong pelemahan nilai tukar dollar AS," ujar dia.

Baca juga: Rupiah diprediksi masih lanjutkan pelemahan hari ini, ini penyebabnya

Baca juga: Rupiah melemah seiring membaiknya data ekonomi AS


 

 

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019