ala yang kami temukan di Yeh Pulu, cukup menarik ternyata ada korelasi dengan cerita Panji
Denpasar (ANTARA) - Perupa sekaligus akademisi Institut Seni Indonesia Denpasar, Dr I Wayan "Kun" Adnyana akan menggelar pameran tunggal bertajuk "Sudra Sutra" yang diangkat berdasarkan hasil penelitian keberadaan relief Yeh Pulu, di Desa Bedulu, Kabupaten Gianyar.

"Pameran tunggal yang akan saya gelar ini merupakan sebuah ikonografi yang menarasikan Relief Yeh Pulu. Penelitian telah saya lakukan selama tiga tahun, yang didanai Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi," kata Kun Adnyana yang juga Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu, di Denpasar, Rabu.

Pameran "Sudra Sutra" sendiri akan digelar dari 11-19 Oktober 2019 di Museum Neka, Ubud, Gianyar. Rencananya pameran akan dibuka oleh pecinta seni sekaligus pengusaha ternama, Eric Thohir. Selain itu, rencananya juga dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, dan Founder Museum Neka, Pande Wayan Suteja Neka.

Menurut Kun, dalam relief Yeh Pulu ditemukan konsep yang menceritakan bagaimana kisah kepahlawanan sehari hari orang-orang biasa. Sedangkan dalam studi oleh seorang peneliti arkeolog asal Belanda, But Kempers, tahun 1978 menyatakan satu tema yaitu narasi tentang Krishna. Kempers menelusuri dari kisah seorang Krishna muda mengangkat Gunung Goyardhana dalam pertarungannya dengan Jambawat.

Baca juga: Sembilan seniman Bali terima penghargaan Dharma Kusuma

Tetapi analisis Kempers dinilai tidak konsisten karena pada relief yang sama, sang arkeolog menyebutkan sosok binatang dalam adegan "berburu harimau" di buku Seni Indonesia Kuno (1959) sebagai binatang harimau, sedangkan di Monumental Bali (1978) malah menyebut sebagai binatang buas mengacu pada beruang Jambawat.

Di titik inilah Dr Kun menilai bahwa tidak semua adegan di Relief Yeh Pulu dapat disebut sebagai bagian dari narasi tentang Krishna, dan memungkinkan bukan narasi tunggal.

Peneliti arkeolog Belanda But Kempers, menulis dua buku yang berbeda. Pada dua buku itu, salah satunya menerangkan relief yang sama yaitu berburu macan, dan yang kedua berburu beruang. Menurut peneliti Belanda menyebut kisah di relief ini mengandung nilai kepahlawan Krisna.

"Tapi saya teliti tidak ada sosok Krisna, melainkan semua yang dikisahkan hanyalah rakyat biasa. Tentu saja temuan saya ini menjadi sandingan, bahwa apa yang ditemukan But Kempers dengan sendirinya dapat dibantah. Tidak mungkin di Bali ada beruang, kalau macan memang ada macan Bali," ucapnya.

Baca juga: Ratusan lukisan seniman berbagai negara dipamerkan di Bali

Dari temuan tahun pertama, Dr Kun membuat karya lukisan dengan pendekatan teknik yakni dengan teknik memotong (membayangkan bantuan Yeh Pulu seperti itu poster komik, yang dapat dengan bebas dipotong), pewarnaan (mengaplikasikan warna sesuai keinginan artistik seniman), menyoroti (menetapkan subjek atau adegan atau plot tertentu) tentang kelegaan sebagai pusat perhatian), menghancurkan (mengumpulkan fragmen yang tersebar dan potongan bantuan, seperti efek korosi batuan) serta menggambar (menyusun berdasarkan teknik gambar atau garis).

Sedangkan pada tahun kedua (2018), dua menemukan analisis narasi cerita dari relief Yeh Pulu. Dia menyebut narasi dalam relief tersebut tidaklah tunggal, melainkan multinarasi. Dia menyebut demikian karena ditemukan seperti relief penjual tuak, pengusung putri, adegan berburu, mengusung babi hutan, dan kegiatan lainnya yang menggambarkan rakyat jelata.

Sementara itu, penelitian tahun ketiga (2019), Kun memfokuskan tahapan tafsir ikonografis yakni melihat apakah ada motif, simbol, dan narasi yang diharuskan pada objek relief tersebut.

"Apa yang kami temukan di Yeh Pulu, cukup menarik ternyata ada korelasi dengan cerita Panji. Saya namai konsep drama. Kepahlawanan dunia sehari-hari tidak akan menarik kalau tanpa menyelipkan romantika, tidak seluruhnya menjadi Hero. Jadi dari Yeh Pulu ini ketemu roman kepahlawanan sehari hari," ujarnya.

Baca juga: Seniman Bali-Singapura tampilkan kolaborasi wayang inovatif

Tahun ketiga, karya-karyanya menggunakan pendekatan estetika. Penciptaan lukisan-lukisan ini baru-baru ini melibatkan tiga pendekatan utama yakni reframing (pembingkaian ulang), recasting (pemeranan ulang), dan globaliting (pemindahlokasian). Intinya, mengglobalisasi Relief Yeh Pulu menjadi kontemporer kehidupan global.

"Kesimpulan saya, secara keseluruhan selama tiga tahun adalah penelitian konsep penciptaan karya dari konsep, narasi dan estetika sehingga menghasilkan puluhan karya yang konteksnya Relief Yeh Pulu hadir dalam berbagai sudut dimensi berbeda yang kekinian dalam sudut kontemporer. Salah satu contoh karyanya dengan judul Vacation, mengambil objek Monas di Jakarta dengan rupa kehidupan relief Yeh Pulu," ucapnya.

Karya-karya yang dipamerkan untuk temuan di tahun ketiga tak kurang 30 lukisan yang terdiri dalam berbagai ukuran.

Sebelum dipamerkan di Museum Neka Ubud, pameran tunggal dengan karya lukisan yang sama telah dipamerkan di At Thienny Lee Gallery , Sydney, Australia pada 25 Juli hingga 13 Agustus 2019. 

Baca juga: Sang maestro Made Ada tekuni ukiran Burung Garuda
Baca juga: 14 seniman Bali ikut festival di Maroko

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019