Jakarta (ANTARA) - Institut Otonomi Daerah (i-Otda) merekomendasikan pemerintahan baru untuk tetap melakukan moratorium pemekaran daerah karena berdasarkan studi yang dilakukan lembaga tersebut menunjukkan 80 persen pemekaran selama ini tidak berhasil membawa kesejahteraan bagi masyarakat setempat.

"Sebaiknya tetap menjaga moratorium seperti lima tahun terakhir ini, seperti yang dilakukan Pak JK (Jusuf Kalla). Selama 1999 sampai 2014, 80 persen pemekaran daerah kita tidak berhasil karena lebih banyak pemekaran itu dasarnya politis, karena lewat pintu (usulan) DPR, jadi bukan karena alasan teknis kebutuhan pemerintahan," kata Presiden i-Otda Djohermansyah Djohan di Jakarta, Kamis.

Untuk memekarkan suatu daerah menjadi daerah otonom baru tidaklah murah, Pemerintah harus mengeluarkan banyak biaya setidaknya guna membangun infrastruktur dan lembaga pemerintahan baru.

Oleh karena itu, Pemerintah harus mempertimbangan kondisi keuangan negara apabila ingin memekarkan suatu daerah, tambah Djohermansyah.

"Keadaan keuangan negara harus menjadi pertimbangan kalau Pemerintah ingin memekarkan daerah, karena itu akan ada jabatan pemerintahan baru, anggota DPRD baru; jadi itu muatannya politis, bukan obyektif. Pemekaran itu kan kebutuhan untuk pelayanan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat," jelas Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu.

Baca juga: Pemerintah tunda pemekaran daerah

Baca juga: Fantastis, 314 daerah antre menunggu pemekaran

Baca juga: DPD RI tegaskan penentuan DOB ada di pemerintah pusat


Sejak tahun 1999 hingga 2014, sebanyak 223 daerah otonom baru telah terbentuk melalui usulan DPR. Sementara sejak pemekaran daerah dimoratorium di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, sedikitnya ada usulan 34 provinsi dan 300 kabupaten untuk dimekarkan.

Mantan direktur jenderal otonomi daerah itu berharap, Ma'ruf Amin sebagai wapres baru yang nantinya menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dapat meneruskan moratorium tersebut.

"Siapa pun yang menjadi ketua DPOD ke depan, tentu wapres baru, itu supaya pemekaran daerah bisa dijaga, betul-betul jangan dibuka peluangnya. Kalau satu saja dibuka atua dimekarkan, maka itu akan menjadi trigger permintaan pemekaran-pemekaran daerah lain," ujarnya.

Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019