Kupang (ANTARA) - Direktur Rumah Sakit Jiwa Tipe C Kupang, Nusa Tenggara Timur, dr.Dikson Lego mengatakan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa masih terjadi di daerah ini karena banyak penderita ganguan kejiwaan yang dibiarkan di rumah tanpa pengobatan dan terapi secara maksimal.

"Masih ada diskriminasi dilakukan masyarakat seperti adanya sebutan orang gila. Kami menyebut para pasien sebagai orang dengan gangguan jiwa sebagai upaya untuk menghapus stigma di masyarakat," kata dr. Dikson Lego ketika ditemui ANTARA di lokasi care free day (CFD) di kota Kupang, Sabtu.

Baca juga: Gangguan jiwa tidak berkaitan ghaib

Rumah Sakit Jiwa tipe C Kupang mengelar kegiatan jalan santai dan pameran lukisan karya para penderita orang dengan gangguan jiwa di kawasan car free day guna memperingati hari kesehatan jiwa sedunia sekaligus sebagai bentuk edukasi tentang pentingnya perlindungan terhadap penderita ganguan kejiwaan.
Beberapa pasien orang dengan ganguan jiwa yang telah sembuh setelah menjalani pengobatan dan terapi melukis dan menganyam di Rumah Sakit Jiwa Tipe C Kupang, Nusa Tenggara Timur . Foto ANTARA/Benny Jahang.


Ia mengatakan, pameran lukisan dan kegiatan jalan santai bersama dilakukan Rumah Sakit Jiwa Kupang untuk menghapus stigma di masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa di provinsi berbasis kepulauan ini.

Menurut Dikson, masih adanya pandangan masyarakat bahwa apabila berobat ke Rumah Sakit Jiwa berarti penderita sudah divonis sebagai penderita gangguan jiwa.

"Pemikiran seperti itu adalah keliru. Berobat ke Rumah Sakit Jiwa adalah untuk pemulihan kesehatan," tegasnya.

Menurut dia, terjadinya gangguan jiwa pada penderita pada umumnya disebabkan beberapa faktor seperti keturunan, tekanan ekonomi, masalah pekerjaan, persoalan rumah tangga hingga memicu terjadinya stres dialami para penderita.

"Apabila ada anggota keluarga yang mengalami perubahan prilaku seperti sebelumnya, segera menjalani pengobatan dan terapi pada Rumah Sakit Jiwa Kupang sehingga kondisi penderita tidak terlalu berat," tegasnya.

Ia mengatakan, apabila pengobatan dan terapi bagi penderita gangguan jiwa dilakukan lebih cepat maka proses penanganannya akan lebih mudah. 

Baca juga: Rumah Sakit Jiwa Kupang pamer lukisan karya penderita gangguan jiwa
 

Pewarta: Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019