Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT) II Djoko Saputra (DS) yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di PJT II Tahun 2017 mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"KPK menerima surat panggilan sidang dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Perkara Permohonan Praperadilan Nomor: 115/Pid.Prap/2019/PN.Jkt.Sel pada 17 September 2019," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Baca juga: Dirut Jasa Tirta II ditetapkan sebagai tersangka

Ia menyatakan tersangka Djoko mengajukan permohonan praperadilan dengan alasan pada pokoknya di antaranya pemohon ditetapkan sebagai tersangka sejak 28 November 2018 tanpa adanya tindakan penyidikan terlebih dahulu, melainkan merupakan hasil penyelidikan.

"Menurut pemohon seharusnya KPK melakukan penyidikan terlebih dahulu mengacu pada KUHAP dan dalam proses penyidikanlah penetapan tersangka dapat dilakukan," tuturnya.

Baca juga: Mantan Dirut Jasa Tirta II Djoko Saputra ditahan KPK

Ia menyatakan pemohon mengatakan KPK tidak berwenang melakukan penyidikan perkara ini karena sebelumnya Polres Purwakarta telah melakukan penyelidikan sejak 14 Desember 2017 dan Kejaksaan Agung pada 11 Juli 2018.

"Menurutnya, pemohon belum mengetahui perkembangan penyelidikan tersebut," ungkap Febri.

Baca juga: Mantan Dirut: Tidak ada kerugian negara pengadaan konsultansi PJT II

Tindakan KPK tidak melakukan pengambilalihan penyelidikan tidak sesuai dengan Pasal 6 huruf a dan Pasal 7 UU KPK serta nota kesepahaman (MoU) KPK dengan Kejaksaan dan Polri Tahun 2012.

"Sehingga, pemohon meminta agar kasusnya diserahkan ke Polres Purwakarta dan Kejaksaan Agung RI," ungkap Febri.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa sidang praperadilan itu awalnya dijadwalkan pada 23 September 2019. KPK mengajukan permintaan penundaan hingga akhirnya sidang dijadwalkan pada Senin (14/10).

"Pada persidangan perdana hari ini, KPK hadir dan mendengar pembacaan permohonan praperadilan. Proses praperadilan akan dilanjutkan dengan agenda sidang berikutnya mendengarkan jawaban dari termohon (KPK) Selasa, 15 Oktober 2019," kata Febri.

KPK, kata dia, meyakini berwenang menangani perkara ini karena sesuai dengan Pasal 11 UU KPK, yaitu subjek hukumnya penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara di atas Rp1 miliar.

"Selain itu perlu dipahami, dalam melakukan penyelidikan terdapat ketentuan khusus di UU KPK. Sejak penyelidikan KPK telah melakukan pencarian alat bukti sehingga begitu bukti permulaan yang cukup didapatkan dalam tahap penyelidikan tersebut, maka itu berarti minimal dua alat bukti sudah ada," kata Febri.

Konsekuensi hukumnya, kata Febri, ketika perkara ditingkatkan ke penyidikan maka secara bersamaan saat itu sudah ada tersangka.

"Hal ini sering dibahas di berbagai sidang praperadilan. Para pemohon cenderung hanya menggunakan KUHAP yang berlaku umum sehingga defenisi Penyidikan yang digunakan adalah untuk mencari tersangka. Hal ini tentu tidak tepat dan mengabaikan ketentuan khusus di UU KPK," kata dia.

Selain itu, terkait alasan bahwa KPK tidak dapat melakukan penyidikan karena sebelumnya Polres Purwakarta dan Kejaksaan Agung telah melakukan penyelidikan juga mengada-ada.

"Apalagi ketika pemohon menggunakan MoU KPK, Polri, dan Kejaksaan pada tahun 2012 yang sudah tidak berlaku karena sejak Maret 2017 sudah ada MoU yang baru yang disusun KPK bersama Polri dan Kejaksaan Agung," ujar dia.

Apalagi, kata Febri, ketentuan Pasal 50 UU KPK sudah mengatur secara tegas bahwa batasan proses penanganan perkara adalah di penyidikan bukan Penyelidikan, yaitu jika Polri atau Kejaksaan terlebih dahulu melakukan penyidikan maka KPK melakukan Koordinasi dan penyidikan itu diberitahukan pada KPK.

"Jawaban KPK secara lebih lengkap akan disampaikan sesuai agenda persidangan praperadilan ini. KPK memastikan proses penyidikan perkara tindak pidan korupsi pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta II dengan tersangka DS tetap terus dilakukan dan segera melimpahkan ke penuntutan jika penyidikan telah selesai," ujar Febri.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019