Baidoa, Somalia (ANTARA News) - Duapertiga menteri kabinet Somalia mundur Sabtu, kata pejabat, memperluas keretakan antara presiden dan perdana menteri yang mengancam untuk menghancurkan pemerintah sementara negara itu. Ke 10 menteri yang mundur itu semuanya sekutu Presiden Abdullahi Yusuf, yang tampak makin bertambah perselisihannya dengan PM Nur Hassan Hussein. Pekan ini, Yusuf mencabut perintah Hussein untuk memecat walikota Mogadishu yang sangat berkuasa. "Saya mundur karena pemerintah gagal untuk melaksanakan programnya dan bertentangan dengan piagamnya," Khadija Mohammed Diriye, bekas menteri urusan keluarga, mengatakan di Baidoa, tempat parlemen berkedudukan. Ia mengatakan 10 dari koleganya telah mengajukan pengunduran diri mereka, empat dari mereka dari luar negeri. Somalia memiliki 15 menteri. Tidak jelas dengan segera apa pengaruh tindakan tersebut pada kerja pemerintah sementara, yang telah berjuang untuk menerapkan wewenangnya di negara Tanduk Afrika yang semrawut itu sejak berkuasa awal tahun lalu. Seorang anggota parlemen Somalia yang minta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan sekelompok anggota parlemen telah minta Hussein untuk mundur karena yang diduga ketidakberesan keuangan dalam pemerintahnya. Di pusat ketegangan yang meningkat antara Yusuf dan Hussein adalah seorang bekas komandan perang dan sekutu dekat Yusuf, Mohamaed Dheere. Pekan ini perdana menteri memecat Dheere sebagai walikota dan gubernur ibukota, menuduhnya telah salah menggunakan dana publik dan menyalahkannya karena ketidakamanan yang meningkat. Pada Kamis, Yusuf mencabut perintah itu, kata pejabat. Petempur Dheere telah memerangi milisi Islam yang melancarkan pemberontakan gaya-Irak dengan ledakan bom di tepi jalan, mortir, serta pembunuhan terhadap pemerintah dan sekutu Ethiopianya. Pada Jumat, sebuah bom di tepi jalan menewaskan satu tentara Uganda yang bertugas dengan pasukan penjaga perdamaian kecil Uni Afrika. Perselisihan politik itu tiba ketika penengah berusaha untuk mempergunakan gencatan senjata yang ditandatangani dalam pembicaraan damai yang diadakan di Djibouti Juni antara pemerintah dan beberapa dari oposisi. Ahmedou Ould-Abdallah, utusan khusus PBB untuk Somalia, telah menyampaikan keprihatinan dan minta semua pihak untuk bekerja bersama. "Rakyat Somalia tahu akan ada tantangan di jalan ke perdamaian dan mereka seharusnya tidak berkecil hati," katanya dalam satu pernyataan Sabtu yang dikutip Reuters. "Pemerintah hendaknya tetap memusatkan diri pada perdamaian dan saya mengharapkan untuk merlihat perdamaian tak lama lagi...Kita harus terus bergerak maju untuk menjamin perjanjian itu dilaksanakan sepenuhnya secepat mungkin." Pemerintah sementara negara itu kini dalam upaya ke-14-nya untuk membentuk pemerintah pusat yang berfungsi sejak para komandan perang menjatuhkan seorang diktator militer 1991, yang menceburkan negara itu ke dalam krisis. Kekerasan terakhir telah menewaskan lebih dari 8.000 warga sipil sejak awal tahun lalu dan mengusir 1 juta orang dari rumah mereka. (*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008