Jayapura (ANTARA News) - Para mahasiswa asal Papua yang belajar di berbagai perguruan tinggi di Jawa dan Bali sedang bersiap-siap menggelar demonstrasi damai di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan depan dengan mengusung tuntutan tunggal yaitu pemberantasan korupsi di tanah Papua yang diduga dilakukan oknum pejabat dan mantan pejabat eksekutif dan legislatif di wilayah ini. Hal itu disampaikan Koordinator Aliansi Masyarakat Mimika Bersatu Untuk Transparansi dan Akuntabilitas Publik, Wilhelmus R.Dekme,S.Sos melalui telepon selular dari Bandung, Minggu usai melakukan pertemuan dengan para mahasiswa asal Papua se-Jawa dan Bali untuk memantapkan persiapan demonstrasi damai yang akan digelar pekan depan di KPK-Jakarta. Korupsi di tanah Papua sejak diberlakukan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua semakin menjadi-jadi yang membuat rakyat semakin miskin, bodoh dan terkebelakang yang menyebabkan rakyat di kampung-kampung terus-menerus meneriakkan keadilan akan pelayanan kesehatan, pendidikan, pemberdayaan ekonomi dan penyediaan infrastruktur di kampung. Rakyat Papua miskin di atas kekayaannya sendiri yang telah dikorupsi oleh pejabat dan mantan pejabat di tingkat kabupaten,kota dan provinsi. "Menurut rencana, ribuan mahasiswa asal Papua akan menggelar unjuk rasa damai di KPK pada Rabu (6/8) menuntut KPK segera menangani berbagai dugaan kasus korupsi di Papua yang berawal dari Kabupaten Mimika, Yapen Waropen, Kabupaten Waropen, Jayawijaya, Tolikara dan beberapa kabupaten lainnya di tanah Papua.Korupsi inilah yang menjadi salah satu penyebab utama kemiskinan rakyat Papua," katanya. Dia mengakui, mulai Senin (4/8) para mahasiswa asalh Papua yang belajar di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta mulai berdatangan ke Jakarta dan mahasiswa dari Bandung dan Jakarta akan bergabung dengan mereka. Berbagai persiapan sudah dilakukan dan kini sudah sekitar 90 persen rampung termasuk pembuatan spanduk dan draft tuntutan sehingga unjuk rasa damai di Kantor KPK Jakarta dapat digelar tepat waktu. Para mahasiswa akan mengenakan koteka ? "pakaian" asli kaum pria sedangkan mahasiswi akan mengenakan pakaian asli perempuan Papua. Mereka akan menari-nari di depan Kantor KPK dan akan menyerahkan naskah pernyataan sikap dan tuntutan yang intinya agar KPK secepatnya datang ke Papua yang dimulai dari Kabupaten Mimika- sebuah kabupaten di tanah Papua yang dikenal memiliki potensi sumber daya alam (SDA) emas, tembaga dan perak yang dikelola PT Freeport Indonesia (PTFI). "Kabupaten Mimika merupakan wilayah yang sangat kaya akan emas dan PTFI sudah sangat banyak membagikan keuntungan kepada rakyat Mimika namun uang itu dikorupsi oleh oknum eksekutif di lingkungan Pemkab Mimika. Ada dugaan sangat kuat, uang miliaran rupiah telah dikorupsi pada masa kepemimpinan Bupati Klemen Tinal tahun 2001-2006. KPK harus segera bertindak dan inilah tuntutan mahasiswa Papua," katanya. Selain aliran dana PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk rakyat Mimika, oknum eksekutif Kabupaten Mimika pun diduga telah mengorupsi dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk Papua yang diberikan Pemerintah Pusat kepada Kabupaten Mimika tahun 2006 sebesar lebih dari Rp50 Miliar.KPK harus mengusut penggunaan dana Otsus tahun 2006 karena diduga telah disalahgunakan oleh pejabat pemerintah di wilayah ini. Adapun desakan mahasiswa asal Papua agar KPK mengusut dugaan penyalahgunaan dana Otsus di Mimika sebesar Rp55.768.530.000 itu dapat dirinci ke dalam lima sektor. Sektor pendidikan Rp14.545.196.000 (26 peren), kesehatan Rp7.322.434.000 (13 persen), pemberdayaan masyarakat Rp29.190.000.000 (52 persen), aparatur pemerintahan Rp4.000.000.000 (tujuh persen) dan sektor pengendalian sebesar Rp700.000.000. Jumlah keseluruhan Rp55.768.530.000 (100 persen). Para mahasiswa asal Papua meminta KPK meninjau Sentra Pendidikan SD,SMP dan SMA yang di dalam laporan tersebut dinyatakan sudah selesai 100 persen dengan menelan dana Rp12.329.750.000. Pembangunan gedung Kantor SMP Negeri VI Mimika dan pengadaan meubilair Rp421.687.000, bantuan pendidikan (UAN,UAS paket A dan C, operasional KPG dan akhir studi S1) dengan jumlah dana Rp1.793.759.000. Bidang kesehatan, KPK dan Polda perlu meninjau pembangunan RSUD Type C karena dana Otsus sebesar Rp7.332.434.000 dilaporkan telah digunakan untuk membangun gedung RS tersebut. Apakah benar dana sebesar itu digunakan untuk membangun RSU Type C itu ataukah pembangunan RSU tersebut menggunakan sumber dana lain yang laporannya menjadi tumpang tindih. Dana Otsus Papua tahun 2006 pun dilaporkan telah digunakan untuk pembangunan Pusat Pemerintahan yang menelan anggaran Rp4.000.000.000. Pertanyaannya adalah dimana pusat pemerintahan itu? Apakah di Timika, ibukota Kabupaten Mimika telah dibangun Pusat Pemerintahan dengan menelan dana Rp4 Miliar sesuai laporan tersebut. Dana Otsus yang tidak kecil dilaporkan telah digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dengan rincian pemberdayaan ekonomi masyarakat non ekonomis Rp18.787.000.000, pengembangan sarana dan prasarana desa (bantuan non program) Rp2.485.000.000 dan pemberdayaan kampung di 12 distrik Rp4.190.000.000. KPK perlu datang ke lapangan dan bertanya kepada pemerintah dan masyarakat di 12 distrik itu, apakah mereka sudah menerima dana sebesar itu untuk pemberdayaan distrik ataukah laporan tersebut hanya bersifat fiktif. Menurut Wilhelmus, apabila telah terjadi kecurangan dalam penggunaan dana Otsus untuk Kabupaten Mimika tahun 2006 dan diduga telah terjadi korupsi dana tersebut maka oknum-oknum yang diduga itu segera ditangkap dan diproses sesuai hukum yang berlaku agar kepercayaan rakyat kepada pemerintah setempat yang sudah merosot dapat segera dipulihkan.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2008