Teksas (ANTARA) - Seorang wanita Texas tertembak mati seorang perwira polisi Fort Worth di rumahnya setelah dia mendengar suara ribut di luar, lalu mengambil pistol dan mengarahkannya ke jendela, menurut isi surat perintah penangkapan atas petugas itu, Selasa (15/10).

Atatiana Jefferson, 28, sedang bermain gim video dengan keponakannya yang berusia 8 tahun sekitar pukul 02:30 pada Sabtu (12/10) ketika dia mendengar suara-suara di halaman belakang rumahnya, menurut surat perintah penangkapan terhadap mantan anggota Polisi Fort Worth, Aaron Dean, yang ditahan atas tuduhan pembunuhan.

Suara-suara itu berasal dari Dean (34) dan rekannya yang bergerak di belakang rumahnya, tanpa menyatakan kehadiran mereka, ketika mereka dikirim untuk menyelidiki mengapa pintu depan rumah tersebut terbuka.

Dean mengundurkan diri pada Senin sebelum ia dapat dipecat karena melanggar serangkaian kebijakan polisi dengan menembak mati Jefferson dengan satu tembakan melalui jendela kamar tidur, menurut Kepala Polisi Fort Worth Ed Kraus.

Pengacara Dean, Jim Lane, mengatakan kepada stasiun televisi Fort Worth NBC 5 bahwa kliennya "menyesal" atas "tragedi" itu dan keluarganya "kaget."  Lane tidak menanggapi permintaan komentar lebih lanjut.

Kematian Jefferson memicu kemarahan di daerah Dallas-Fort Worth, Amerika Serikat, yang masih terguncang terkait hukuman bulan ini terhadap mantan polisi kulit putih Texas Amber Guyger karena membunuh Botham Jean saat pria berkulit hitam itu sedang duduk di rumahnya makan es krim. 

Lee Merritt, pengacara untuk keluarga Jefferson, mengatakan polisi Fort Worth dengan fatal menembak tujuh orang dalam waktu kurang dari enam bulan dan menyerukan agar atasan Dean juga harus bertanggung jawab atas tindakannya.

Serikat polisi CLEAT mengatakan memulangkan staf di kantor Fort Worth setelah menerima ancaman menyusul apa yang disebutnya laporan media yang "benar-benar palsu" bahwa pihaknya mengumpulkan uang penjamin 200.000 dolar AS (sekitar Rp2,8 miliar) bagi Dean. Serikat pekerja mengatakan mereka membayar sebagian dari biaya hukumnya. Kraus mengatakan, "sama sekali tidak ada alasan" atas kematian Jefferson dan mengatakan dia punya hak untuk membela diri di bawah hukum Texas.

"Masuk akal bahwa dia akan menggunakan senjata jika dia merasa terancam atau jika ada seseorang di halaman belakang," kata seorang Kraus yang emosional, menambahkan bahwa kematian Jefferson telah "mengikis kepercayaan yang telah kita bangun dengan masyarakat."

Keponakan Jefferson, Zion, mengatakan kepada polisi bahwa bibinya mendengar suara-suara dari luar dan kemudian mengambil pistolnya dari  tasnya, menurut surat perintah itu.

"Jefferson mengangkat pistolnya, mengarahkannya ke jendela, lalu Jefferson ditembak dan jatuh ke lantai," menurut surat perintah itu,  yang mengutip pernyataan sang keponakan kepada polisi. Zion  menambahkan bahwa bibinya berteriak-teriak kesakitan.

Fort Worth telah meminta para ahli independen untuk mengevaluasi praktik, kebijakan, dan pelatihan departemen kepolisian setelah penembakan itu, kata Kraus.

Sumber: Reuters

Baca juga: Lima orang tewas dalam penembakan di Texas Barat

Baca juga: Paus kutuk kekerasan bersenjata di Amerika Serikat, berdoa bagi korban

Baca juga: Trump salahkan gangguan jiwa sebagai penyebab penembakan massal



  

Barang bukti penembakan mahasiswa UHO diuji di Belanda dan Australia

Penerjemah: Maria D Andriana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019