Jakarta (ANTARA) - Selama lima tahun masa pemerintahan Presiden Jokowi-Wakil Presiden Jusuf Kalla, terdapat peningkatan tata kelola sektor kelautan dan perikanan dibandingkan dengan masa pemerintahan sebelumnya, kata pengamat perikanan Abdul Halim.

"Ada peningkatan di bidang tata kelola perikanan, meskipun belum terbangun sistem yang mengarah kepada upaya memastikan dikelolanya SDI (sumber daya ikan) dengan pendekatan saintifik yang berkelanjutan dan bertanggung jawab," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, seharusnya peningkatan di bidang tata kelola perikanan dapat menghadirkan relasi yang sinergis antara pusat dan daerah.

Baca juga: Pengusaha perikanan nasional perlu manfaatkan momentum perang dagang

Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga berpendapat, di sekotr pelayaran masih belum ada perbaikan yang signifikan sepanjang lima tahun terakhir.

"Sebaliknya justru yang terjadi adalah meningkatnya angka kecelakaan pelayaran di laut," katanya.

Ia juga menyoroti kondisi pengelolaan keuangan di sektor kelautan dan perikanan, serta adanya kasus hukum yang melibatkan pimpinan BUMN perikanan.

Baca juga: Ketua DPR ingatkan pemerintah manfaatkan potensi ZEE untuk rakyat

Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kelautan dan Perikanan mengharapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk periode berikutnya dapat lebih mendorong kinerja ekspor.

"Kalau di perusahaan dilihatnya ada profit atau tidak. Kalau dari sisi pemerintah, saya lihatnya dari ekspor naik atau tidak, itu menjadi kriteria kita," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto di Jakarta, Selasa (15/10).

Berdasarkan data Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai ekspor komoditas perikanan pada semester pertama 2019 mencapai Rp 40,57 triliun atau naik 24,29 persen dibandingkan periode sama tahun lalu Rp32,64 triliun.

Di sisi lain, lanjut dia, sejumlah aturan yang sekiranya menghambat nelayan menangkap ikan perlu dilakukan evaluasi ulang, salah satunya mengenai perizinan pembangunan kapal dan perpanjangan izin operasi kapal yang dinilai cukup memakan waktu meski sudah menggunakan platform online.

"Saya mengunjungi nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara dan Baubau, Sulawesi Tenggara, mereka bilang proses perpanjangan izin cukup lama sampai tujuh bulan," katanya.

Ketika izin sudah keluar, lanjut dia, tiga hingga empat bulan kemudian izin operasi kapal sudah habis masanya dan diharuskan untuk kembali melakukan perpanjangan. Sementara ikan yang dibidik salah satunya ikan tuna memiliki kurun waktu tangkap.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019