Jakarta (ANTARA News) - Pimpinan Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se-Indonesia menyerukan pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan ekspor energi dan melakukan nasionalisasi energi. Dalam sambutan ketika diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Kamis, Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Khairil Anwar Notodiputro, menyatakan nasionalisasi energi mendesak dilakukan sebagai perwujudan amanat Pasal 33 UUD 1945. "Untuk itu, kebijakan ekspor untuk sumber-sumber energi seyogyanya ditinjau ulang," katanya. Ia juga menyerukan agar produksi sumber energi dioptimalkan bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri, terutama kebutuhan rakyat Indonesia. Pimpinan Program Pascasarjana PTN se-Indonesia juga mendorong penggunaan energi berbasis lokal melalui sumber energi terbarukan berupa komoditi pertanian. Pimpinan Program Pascasarjana PTN se-Indonesia bertemu di Bogor pada 5-7 Agustus 2008. Sebanyak 136 peserta terdiri atas dekan dan direktur program pascasarjana dari 46 PTN menggelar diskusi dengan tema "Pangan dan Energi untuk Kedaulatan Bangsa." Dalam pertemuan itu dibahas beberapa pokok masalah, yaitu pangan dan kedaulatan bangsa, ancaman krisis energi dan kedaulatan bangsa, dekonstruksi politik pertanian dan pedesaan dalam penanggulangan kemiskinan serta peningkatan akses, mutu, dan relevansi program pasca sarjana. Dalam rekomendasinya, pimpinan program pascasarjana PTN se-Indonesia itu juga memberi beberapa solusi terkait ketahanan pangan, yaitu upaya diversifikasi pangan dan penguatan ekonomi pertanian. Solusi mereka ajukan untuk menanggulangi kemiskinan wilayah pertanian dan pedesaan, di antaranya mengubah paradigma pembangunan berorientasi sumber daya alam serta perluasan akses petani terhadap kredit. Harus hati-hati Presiden Yudhoyono menyatakan nasionalisasi energi harus dimaknai secara hati-hati. Ia mengaku pernah menggelar diskusi dengan para menteri terkait tentang wacana nasionalisasi energi. "Kalau saya hari ini dengan gagah berani mengeluarkan dekrit untuk mengambil semua aset asing di negeri ini, kira-kira apa yang terjadi," katanya. Pemerintah akan menghadapi berbagai masalah muncul dari gugatan investor asing karena kontrak yang tiba-tiba dibatalkan. "Kalau nasionalisasi dimaknai mengambilalih aset negara lain yang ada sejak era Bung Karno tanpa proses apa pun, akan ada persoalan menyangkut kontrak," katanya. Nasionalisasi, kata Presiden, harus dimaknai sebagai menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Untuk itu, ia berjanji pemerintah akan mengupayakan keuntungan maksimal bagi negara dalam setiap kontrak kerjasama di masa mendatang. Presiden berjanji menerima rekomendasi itu guna dibahas untuk menjadi bagian dalam kebijakan nasional. Pertemuan dihadiri beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menteri Sekretaris Negara Hatta Radjasa, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro, Menteri Pertanian Anton Apriantono dan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufiq Effendy. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2008